“Kami pun akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan penelusuran keberadaan ibu kandung anak korban dan juga berkoordinasi dengan DinsosP3AP2KB Kota Malang untuk penempatan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) bilamana ibu kandung tidak diketahui keberadaannya atau tidak memiliki kemampuan untuk mengasuh anak korban. Kami juga akan terus melakukan pemantauan terhadap proses hukum agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memastikan anak korban mendapatkan pendampingan dan layanan yang dibutuhkan dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak,” tutur Nahar.
Nahar pun mengungkapkan, seusai pemeriksaan kesehatan dan perawatan luka yang dialami anak korban, akan dilakukan asesmen dan pendampingan psikologis berkelanjutan untuk melihat kondisi mental anak korban sehingga dapat segera diberikan penanganan yang tepat dan sesuai kebutuhan agar anak korban tidak mengalami traumatis berkepanjangan dan dapat kembali menjalani hidup dengan normal. Selain itu, terkait hak pendidikannya pun perlu dipastikan agar anak mendapatkan hak Pendidikan dan membantu anak dalam proses sosialisasi dengan teman sebaya serta lingkungan anak.
“Anak korban perlu mendapatkan kepastian keamanan, tempat tinggal yang layak dan aman, serta keberlanjutan pengasuhan kedepannya karena dampak anak yang mengalami kekerasan cenderung akan merasa tidak berguna, menjadi pendiam, mengisolasi diri, dan tidak mampu bergaul sehingga berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak yang mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman sebayanya. Hal seperti itulah yang harus kita hindari karena anak korban memiliki hak dan masa depan yang cerah untuk melanjutkan hidupnya,” tegas Nahar.
Lebih lanjut, Nahar menjelaskan atas tindakan kekerasan fisik yang dilakukan oleh terduga pelaku terhadap anak korban, terduga pelaku telah melanggar Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak dalam hal ini anak mengalami luka berat, maka terduga pelaku diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan dapat ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan tersebut adalah orang tuanya.
Selain itu, terduga pelaku pun dikenakan Pasal 44 Ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dan mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).