Kemenag Minta Penegasan Alokasi Dana untuk Layanan Pendidikan Agama dan Keagamaan

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani dalam pembukaan acara mengatakan bahwa kata kunci dalam acara ini adalah ‘afirmasi’ yang merupakan salah satu bagian dari pembicaraan mengenai eksistensi lembaga pendidikan keagamaan, yaitu rekognisi, fasilitasi dan afirmasi yang menunjuk pada pola keberpihakan dan aksentuasi.

“Sedangkan pendidikan agama adalah sebuah mandatory, sebuah keharusan yang tertuang sebagai amanah UUD  1945 sebagai pemenuhan janji konstitusi kita” ucap prof Dhani, sapaan akrabnya di Bogor pada Senin (03/10/2022).

Beliau menegaskan bahwa perhitungan anggaran yang harusnya dialokasikan untuk pendidikan agama dan keagamaan masih belum proporsional. Negara sudah hadir untuk pendidikan, akan tetapi masih belum proporsional terhadap keberlangsungan pendidikan islam dari segi kebijakan, fasilitas dan anggaran.

“Bagi yang belum paham apa itu madrasah, secara esensial sama dengan sekolah, akan tetapi kita memiliki 5 mata pelajaran yang harus ada dan tak tergantikan. Mata pelajaran itu adalah Sejarah Islam, Ilmu Fiqih, Al-Qur’an Hadist, Akidah Akhlak dan Bahasa Arab. Jadi anak-anak kita pulangnya lebih sore dari sekolah umum karena ada penguatan 5 mata pelajaran tersebut, selebihnya sama” terangnya.

Mengingat hal itu, prof Dhani juga sangat menyayangkan alokasi anggaran yang belum proporsional untuk mendukung madrasah, pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Agar program-program lembaga pendidikan keagamaan dapat tumbuh dan berkembang serta menjadi semakin kuat eksistensi dan kontribusinya di tengah masyarakat Indonesia.

Baca Juga :  Posisi dan Potensi Karbon Biru Sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim

“Kita ingin membawa dan membekali siswa-siswa kita tidak hanya di dunia namun akhirat. Menciptakan alumni yang bahagia ketika menapaki kehidupan, menjalani kehidupan secara baik serta memperoleh pekerjaan yang bermartabat” jelas guru besar UIN Bandung ini.

Sejalan dengan Dirjen, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Rohmat Mulyana menegaskan bahwa lembaga pendidikan Islam yang sebagian besar merupakan lembaga swasta sangat membutuhkan perhatian khusus.
“Lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren bukanlah bagian dari satker kita. Akan tetapi absurd bagi saya jika lembaga pendidikan ini diabaikan oleh pemerintah daerah. Sedangkan, kontribusi pesantren dan santri terhadap masyarakat begitu besar” ungkapnya.

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni mengatakan Kemendagri siap untuk mengawal penyediaan layanan kebijakan alokasi anggaran untuk lembaga pendidikan agama dan keagamaan melalui pemda. Selebihnya, ia mengatakan perlunya koordinasi dengan Bappenas, Kementerian Keuangan dan kementerian atau lembaga terkait.

“Kami berharap adanya sinkronisasi yang terkordinasi, terintegrasi dan apabila memungkinkan, adanya simplikasi agar kita tidak lagi bergulat dengan permasalahan yang tidak penting dan sifatnya egosektoral” tandas Dirjen Pendis Kemenag RI.

FGD ini turut dihadiri oleh Direktur KSKK Madrasah, Moh Isom, Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Agama, Abu Rokhmad, Kepala subbagian Tata Usaha dari setiap direktorat, kepala subdirektorat pada lingkungan Ditjen Pendidikan Islam. Dari Kementerian Dalam Negeri, selain Dirjen Bina Keuangan Daerah turut hadir pula perwakilan dari Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah IV kemendagri beserta jajaran.(*)

Related posts