JAKARTA – Sidang lanjutan pengujian Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP-PPK), kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (5/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh PT. Gema Kreasi Perdana yang diwakili oleh Rasnius Pasaribu (Direktur Utama).
Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya. Adapun agenda sidang yaitu mendengarkan keterangan pihak terkait Abdul Latief dkk.
Dalam persidangan yang digelar secara luring, Judianto Simanjuntak yang merupakan kuasa hukum pihak terkait Abdul Latief dkk menyampaikan kewajiban negara dalam ekonomi, sosial dan budaya ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kewajiban negara juga ditegaskan dalam Alinea keempat pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
“Kewajiban ini kemudian diturunkan dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan sebagai instrumen hukum. Instrumen mana tidak hanya berfungsi untuk penindakan tetapi juga mencegah dan melindungi dan menghormati hak masyarakat adat, masyarakat tradisional dan kearifan lokal,” kata Judianto.
Menurutnya, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdapat hak masyarakat adat, masyarakat tradisional beserta kearifan lokal dan nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat pesisir sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 27 tahun 2007 yang menyatakan pemerintah mengakui, melindungi dan menghormati hak masyarakat adat, masyarakat tradisional dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimanfaatkan secara turun temurun.