“Meskipun tren permohonan dispensasi kawin menurun, tapi jumlahnya tetap sangat besar. Kami masih memiliki pekerjaan rumah besar karena masih terdapat empat propinsi yang memiliki jumlah permohonan dispensasi kawin yang tinggi. Berbagai upaya telah kami lakukan untuk mewujudkan target penurunan angka perkawinan anak di tahun 2030 sebesar 6,94 persen. Untuk melanjutkan upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak, kami sudah memili Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan anak dan akan terus melibatkan berbagai sektor mulai dari pemerintah, sektor pendidikan, dunia usaha, media, hingga lingkup pemerintahan terkecil yakni desa dan kelurahan melalui program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA),” tutur Rini.
Sementara itu Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari menyampaikan upaya yang telah dilakukan KemenPPPA diantaranya telah ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara Sekretaris Kementerian PPPA dengan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Dispensasi Kawin dan Perceraian.
“Kami melakukan koordinasi dengan Badilag supaya ke depan ada data terpilah pengajuan permohonan dispensasi kawin serta data perceraian berdasarkan usia dan pendidikan. Dengan data terpilah, intervensi akan lebih tepat sasaran, terutama usia kawin di bawah 18 tahun,” ungkap Rohika.
Rohika menyampaikan, proses dispensasi kawin di pengadilan sendiri telah diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Selain itu pemerintah telah mengupayakan pemenuhan sertifikasi Hakim Anak dan pelatihan Konvensi Hak Anak bagi semua hakim yang menangani kasus dispensasi kawin di seluruh Indonesia. KemenPPPA akan terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar dapat menekan angka perkawinan anak di Indonesia sehingga target Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.(*)