lensareportase.com, Jakarta – Kesenjangan antara kebutuhan dan produksi gula masih cukup lebar, walaupun Pemerintah telah berupaya mendorong pelaku usaha gula untuk meningkatkan produksi. Upaya untuk meningkatkan produksi gula terus dilakukan melalui berbagai pendekatan, baik sisi teknis melalui peningkatan produktivitas, ekstensifikasi lahan, perubahan pola kemitraan antara industri dengan petani Tebu, restrukturisasi bisnis korporasi maupun penguatan riset dan inovasi. Hingga seberapa besar upaya tersebut dapat memperkecil kesenjangan antara Stakeholder utama pergulaan nasional, yaitu produsen dan konsumen?
Dalam merespon situasi pergulaan nasional tersebut PT RNI (Persero) atau ID FOOD bersama Asosiasi Gula Indonesia (AGI) dan Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) merespon melalui hasil rumusan National Sugar Summit (NSS) yang terselenggara beberapa waktu lalu,menghasilkan rumusan arah dan kebijakan industri gula nasional kedepan.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir berpesan bahwa kegiatan NSS dapat merumuskan hasil keputusan yang nyata sebagai bagian dari transformasi ekosistem pangan.“Saya berharap BUMN yang bergerak di industri gula harus terus di-upgrade dan mengedepankan kolaborasi dan menjadi motor penggerak di industri gula nasional.”Jelas Menteri Erick.
Direktur Utama ID FOOD sekaligus Ketua Dewan Pengarah AGI, Arief Prasetyo Adi mengatakan terdapat beberapa hasil rumusan bersama AGI dan IKAGI, diantaranya Resiliensi sektor pangan di era pandemi mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional, dengan pertumbuhan sebesar 14%, dimana subsektor perkebunan menyumbang 26,5% terhadap PDB Pertanian secara keseluruhan.
“Di bidang pergulaan, upaya peningkatan perlu terus ditingkatkan melalui perluasan lahan, revitalisasi sarana produksi, kemitraan dan sinergi BUMN. Selain itu, pembentukan Holding Pangan diharapkan dapat terus bersinergi dengan Pemangku Kepentingan dalam menciptakan ekosistem pangan nasional, termasuk memberdayakan BUMDES untuk meningkatkan nilai tukar petani Tebu.”Jelas Arief.
Rumusan lainnya sebagai upaya transformasi industri gula nasional adalah melalui penyediaan lahan Tebu untuk pengembangan areal, disamping melalui kemitraan dengan petani Tebu, juga dimungkinkan untuk memanfaatkan lahan Area Penggunaan Lain (APL), lahan HGU, lahan hutan Produksi/Perhutani/Inhutani dan lahan adat/ulayat.
Menurut Arief, para pelaku industri gula menilai bahwa isu Industri gula nasional yang masih dihadapi antara lain produktivitas yang rendah dikisaran 72 ton/ha; rendemen Tebu rendah dikisaran 7,30%; dan tidak tercapainya optimalisasi kapasitas giling khususnyaPG-PG di Jawa karena pasokan tebu yang kurang, keterbatasan kemampuan pendanaan dan inefisiensi produksi.
Untuk itu, lanjut Arief, para pelaku industri gula baik Asosiasi maupun BUMN yang bergerak di industri gula baik ID FOOD maupun PTPN III perlu melakukan transformasi dalam upaya menciptakan ekosistem gula yang terintegrasi melalui sinergi Industri gula dalam mengoptimalisasi lahan tebu, Peningkatan peran petani tebu rakyat melalui perbaikan / redesign hubungan kemitraan, Penerapan inovasi dan teknologi future practices berbasis teknologi digital sepanjang rantai nilai Industri gula, serta dukungan kemampuan pendanaan bagi Industri gula, antara lain dengan mengimplementasikan PP No. 24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan. Isu lainnya juga terkait dukungan kelancaran penyediaan pupuk, benih Tebu unggul, dan alsintan, peningkatan diversifikasi dan hilirisasi produk gula dan turunannya.
Dalam penguatan ketahanan pangan khususnya pada industri gula di Indonesia, Arief menambahkan bahwa hasil rumusan dengan para pelaku industri gula perlu dukungan dari lembaga riset dalam pengembangan varietas unggul sesuai tipologi lahan yang memiliki potensi produktivitas dan rendemen yang tinggi disertai program sosialisasi dan pemberian insentif kepada Pabrik gula dan petani untuk melakukan perubahan varietas sesuai rekomendasi hasil uji.
Selain dukungan Lembaga riset, perlu dikembangkan aplikasi sistem berbasis teknologi digital untuk memperkirakan produksi dan permintaan gula, produksi tanaman tebu dengan dukungan citra satelit dan citra drone di setiap tahap pertumbuhan tanaman di seluruh wilayah Indonesia dengan mempertimbangkan pengaruh cuaca dan iklim.
Sementara itu, Direktur Komersial ID FOOD, Frans Marganda Tambunan menambahkan bahwa sebagai salah satu BUMN yang bergerak di industri gula, ID FOOD akan terus melakukan perbaikan kinerja dan pembenahan basic operation baik di budidaya tebu maupun di pabrik pengolahan.“Perbaikan ini dilakukan melalui pemurnian varietas penggunaan pupuk berimbang untuk meningkatkan produktivitas tebu perhektar. Perbaikan pada peralatan mesin juga dilakukan berkala untuk tetap menjaga performa giling tebu.”Kata Frans.
Frans melanjutkan bahwa pada tahun 2021 lalu PT RNI, PTPN dan BUMN sektor lain seperti BRI, Perhutani, Pupuk Indonesia (PIHC), Askrindo dan Jasindo bersinergi melakukan kegiatan pertanian terpadu, yang melibatkan semua Stakeholder disetiap mata rantai, mulai dari pemilihan lahan, jenis komoditi, pendampingan teknis budidaya, permodalan, pemasaran sampai pada asuransi pertanian dalam Program Makmur, dengan tujuan peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas produk serta peningkatan kapabilitas petani untuk mencapai kecukupan ketersediaan pangan.
“Hasil musim giling tebu tahun 2021, PT RNI mampu menurunkan biaya produksi gula menjadi Rp.9,890/kg atau turun 6.2% dari musim giling 2020. Pada musim giling 2022 kedepan, kamimenargetkan efisiensi biaya produksi gula menjadi Rp 9,300/kg. Efisiensi ini akan dilakukan melalui perbaikan di sisi budidaya untuk meningkatkan potensi rendemen serta serta program – program perbaikan di bidang tebang dan angkut tebu demikian juga kesiapan pabrik sehingga kelancaran giling dan pasokan tebu terus dapat dioptimalkan.”Pungkas Frans.(*)
AVP Komunikasi dan Relasi Korporasi PT RNI (Persero)