MenKopUKM Tegaskan Perlunya Perluasan dan Kemudahan Akses Pembiayaan bagi UMKM

Awalnya perbankan belum mau membiayai petani kecil, tetapi ketika disuntikkan dana bergulir ke koperasi untuk memperkuat permodalannya kemudian koperasi memberikan dana tunai ke petani sehingga mereka bisa berproduksi memasok ke pasar, bank baru mau masuk untuk memperkuat pembiayaan.

“Ini yang saya maksud. Selain soal penjaminan, asuransi, ekosistem seperti ini yang harus kita bangun. Yang awalnya dibeli tengkulak sekarang dibeli oleh koperasi, petani menjadi terencana produksi karena sesuai permintaan pasar, sehingga tak mungkin produk petani tak dibeli. Menciptakan kesejahteraan bagi petani dan produk ke industri,” kata MenKopUKM.

Ia mengungkapkan, umumnya ada tiga hal yang menyebabkan UMKM sulit mengakses kredit perbankan dan non perbankan. Pertama, tidak memiliki agunan. Dalam 2 tahun terakhir, alasan terbesar ditolaknya kredit UMKM karena tidak ada agunan pada kredit bank sebesar 59,62 persen dan pada kredit fintech/non bank sebesar 46,43 persen (Bank Indonesia, 2022).

Kedua, suku bunga kredit yang masih tinggi, yakni per tahun 2021 mencapai sebesar 8,59 persen. Sementara negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia hanya 3,45 persen dan Singapura 5,42 persen.

“Ketiga, banyak UMKM terkendala Status SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Prediksi Bappenas tahun 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24 persen, salah satunya disebabkan tidak lolos SLIK,” ujarnya.

Baca Juga :  Gus Menteri: SDGs Desa Adalah Hak Warga Desa

Related posts