MenKopUKM Tegaskan Perlunya Perluasan dan Kemudahan Akses Pembiayaan bagi UMKM

Namun, sebut Menteri Teten, separuh dari pelaku UMKM Tanah Air ada di sektor produktif seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan. Di sektor-sektor unggulan domestik ini, justru serapan kredit UMKM masih rendah.

“Sebagai contoh di sektor pertanian 31 persen, dan perikanan baru sekitar 2 persen saja. Lalu, kemana sebagian besar kredit UMKM? Ke sektor perdagangan karena potensi Non Performing Loan (NPL)-nya rendah,” kata MenKopUKM.

Para produsen pangan petani rata-rata memiliki sekitar 0,3 hektare (ha) untuk produksi. Maka, agar petani bisa terhubung ke market/industri perlu adanya agregator, namun mereka tidak bisa menjadi ekosistem pembiayaan seperti perbankan. Sementara di India, agregator diberi kewenangan untuk membeli, dan mereka boleh mengakses dana perbankan sebesar 3 persen.

“Bank tidak mau memberikan pembiayaan ke petani kecil, karena potensi NPL tinggi, hingga potensi gagal panen. Maka, perlu ada offtaker,” ujarnya.

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) memiliki proyek percontohan atau mini excercise di Koperasi Al-Itifaq Ciwidey, di mana terdapat 1.200 petani yang menyuplai sayuran yang awalnya 8 ton per hari menjadi 80 ton per hari ke ritel modern Superindo dan AEON.

Baca Juga :  Kejurnas Karate Antardojo Gojukai Jaksa Agung Cup I Tahun 2023

Related posts