Indonesia dan 4 Negara Anggota G20 akan Bangun Pusat Manufaktur Vaksin, Terapi, dan Diagnostik

lenssreportase.com, Bali, 22 Agustus 2022

Indonesia dan beberapa anggota G20, yakni Argentina, Brasil, India, serta Afrika Selatan, memiliki sebuah inisiatif untuk memperkuat pusat manufaktur dan membangun pusat penelitian kolaboratif.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan upaya kolaboratif ini melibatkan semua negara anggota G20 dan organisasi internasional. Inisiatif ini berfokus pada pembangunan penelitian dan kapasitas produksi di negara-negara anggota G20 berpenghasilan menengah.

Kesenjangan dalam kapasitas setiap negara G20 dalam menghadapi pandemi dapat memperlambat kesiapsiagaan dan respons terhadap COVID-19.

Banyak platform teknologi pembuatan vaksin telah dikembangkan, termasuk mRNA, viral vector, adjuvanted protein sub unit, dan inactivated vaksin, khususnya dengan efektivitasnya yang tinggi. Namun, sebagian besar vaksin mRNA telah dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan farmasi di negara berpenghasilan tinggi.

“Untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya dan ancaman kesehatan global, setiap negara harus memiliki akses dan kapasitas untuk mengembangkan vaksin, terapi, dan diagnostik (VTD) terlepas dari status ekonomi dan geografisnya,” ujar Menkes Budi.

Dalam meningkatkan akses global dan kapasitas produksi, berbagi pengetahuan, pengembangan kapasitas, dan transfer teknologi di antara negara-negara G20 sangat penting. Salah satu contoh yang berhasil adalah produksi Molnupiravir – antivirus COVID-19 oral di negara berpenghasilan menengah ke bawah yang diaktifkan oleh The Medicines Patent Pool (MPP) Facility.

“Model seperti itu penting untuk memungkinkan transfer teknologi untuk kesiapsiagaan pandemi,” ucap Menkes.

Strategi yang dibahas pada HWG ke-3 ini adalah dengan Perluasan Pusat Pembuatan Vaksin, Terapi, dan
Diagnostik Global di Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah, serta Memperkuat Jaringan Ilmuwan Global di Bidang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Terkait Perluasan Pusat Pembuatan Vaksin, Terapi, dan Diagnostik global di Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah, pada tahun 2021 Menteri Kesehatan negara-negara G20 menyatakan bahwa imunisasi COVID-19 harus diakui secara global.

Baca Juga :  Jaga Stamina Jelang Puncak Haji, Ini Keringanan Ibadah bagi Jemaah Lansia, Risti dan Penyandang Disabilitas

Itu menyiratkan bahwa semua negara memiliki akses yang adil dan setara terhadap vaksin. Untuk mencapai hal ini, penting untuk memperkuat kapasitas penelitian dan pengembangan, mendiversifikasi rantai pasokan dan meningkatkan kolaborasi antar negara dan antara pusat penelitian publik dan swasta.

Selain focus pada vaksin, sangat penting memastikan akses dan kapasitas yang adil dalam mengembangkan diagnostik dan terapi untuk memungkinkan akses yang lebih baik dalam menghadapi pandemi di masa depan.

Tanpa diagnostik dan terapeutik, akan sulit untuk mencegah penularan lebih lanjut, mengobati secara dini, dan mencegah kematian.

Pandemi COVID-19, telah memberikan pelajaran bahwa respons kesehatan global dilakukan dengan memutus mata rantai penularannya. Selain itu kesiapsiagaan pandemi yang lebih kuat di setiap negara juga sangat penting.

Tantangannya adalah pengembangan serta penerapan diagnostik, terapi, dan vaksin yang aman dan efektif dilakukan dalam waktu maksimum 100 hari di tingkat global. Ini hanya dapat dicapai jika semua negara, baik negara berpenghasilan tinggi, menengah, maupun rendah, memiliki kapasitas untuk memproduksi atau memiliki akses yang sama terhadap vaksin, teraputik, dan diagnostik.

Terkait Jaringan Ilmuwan Global di Bidang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, sebagai percepatan pengendalian dan pengumpulkan patogen yang muncul dan menyebar secara eksponensial, pengetahuan tentang upaya mitigasi perlu dikembangkan terlebih dahulu, dan kemudian dibagikan dengan cepat dan luas di antara para ilmuwan di seluruh dunia.

Oleh karena itu, kolaborasi interdisipliner dan lintas negara diperlukan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Kolaborasi semacam itu membutuhkan peningkatan kapasitas, kemitraan ilmiah, dan berbagi pengetahuan.

“Dengan demikian, sangat penting untuk membangun dan memperkuat jaringan kolaboratif ilmuwan di bidang yang terkait dengan kedaruratan kesehatan masyarakat,” ucap Menkes Budi.

Baca Juga :  Kajian Pembatasan Kuota Pengunjung TN Komodo Demi Kelestarian Satwa Komodo

Ada banyak inisiatif untuk mengatasi kebutuhan ini. Pada tahun 2021, inisiatif adanya Laboratorium Petugas Kesehatan Masyarakat oleh Presidensi G20 Italia merupakan suatu upaya untuk mengatasi masalah ini dengan memberikan pelatihan mendalam untuk mendukung para pemimpin pemerintah, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan terkait dengan data ilmiah yang berarti.

Namun, kegiatan ini hanya dilakukan di negara berpendapatan tinggi. Penting untuk anggota G20 juga berpartisipasi untuk memperkuat jaringan ilmuwan terutama di negara berpendapatan menengah ke bawah.

Pusat penelitian dapat menjadi kerangka kerja yang sangat baik untuk mendorong munculnya penelitian kolektif dalam pencegahan, kesiapsiagaan dan respons pandemi, menggabungkan beberapa ekosistem yang ada.

Pusat penelitian sangat penting untuk memfasilitasi interaksi dan kolaborasi di antara negara-negara anggota, sehingga dapat mengatasi tantangan utama kawasan dalam kesiapsiagaan, pencegahan, dan respons pandemi. Kemitraan yang erat di antara pusat penelitian memfasilitasi pertukaran cepat informasi penting selama pandemi.(*)

Related posts