Diskusi Patricia Espinosa dengan Delegasi RI: 2 Menteri, 4 Wakil Menteri dan 2 Dubes RI, Jelang Konferensi Iklim COP 26 Glasgow

lensareportase.com, Telah berlangsung pertemuan secara daring antara DELRI: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya serta Menteri ESDM Arifin Tasrif dan 4 wakil Menteri: KLHK, Kemlu, Kementerian BUMN dan Kemenkeu dengan sangat produktif, dengan Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Patricia Espinosa, yang juga didampingi para direktur dan adviser senior UNFCCC pada Jumat, (10/9).

Pertemuan ini membahas tentang penyelenggaraan Conference of the Parties (COP) ke 26/ COP 26 di Glasgow, Inggris pada 31 Oktober –12 November 2021 menyangkut penjelasan tentang skenario, issue utama dan crucial tentang perubahan iklim dan harapan kepada negara anggota di dunia, serta sebaliknya juga mendengarkan kemajuan agenda dan aksi perubahan iklim di Indonesia dalam agenda lintas kementerian yang cukup solid dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi, yang memberikan atensi besar mengenai agenda GREEN dalam membangun Indonesia.

Read More
banner 300x250

Delegasi Indonesia mengapresiasi kerja keras tim Sekretariat UNFCCC yang sedang mempersiapkan gelaran COP 26 ini. Indonesia sangat serius mempersiapkan diri menjelang keikutsertaanya pada COP 26. Hal ini dibuktikan pada pertemuan kali ini, selain Menteri Siti Nurbaya hadir pula Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara, Wakil Menteri BUMN Pahala Mansyuri, Wakil Menteri LHK Alue Dohong, Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arief Havas Oegroseno, Duta Besar Indonesia untuk Inggris Desra Percaya, dan juga National Focal Point Indonesia untuk UNFCCC Laksmi Dhewanti, juga para Dirjen dan Kepala Badan serta direktur dari empat kementerian tersebut.

Menteri Siti menjelaskan bahwa secara umum terdapat ekspektasi Indonesia terhadap penyelenggaran COP 26. Indonesia sangat berharap terselesaikannya Paris Rule Book melalui adopsi keputusan yang substansial, yaitu artikel 6 Perjanjian Paris. Indonesia juga memiliki harapan mengenai substansi negosiasi, dimana Indonesia menginginkan agar kepentingan nasionalnya diakomodasi, seperti Kerangka Waktu Umum untuk Nationally Determined Contributions (NDC), Transparansi atau Masalah Metodologi berdasarkan Perjanjian Paris, Kerugian dan Kerusakan, Tujuan Global untuk Adaptasi, dan Aspek Pendanaan.

Baca Juga :  Refleksi 2023 KLHK: Bukti, Bukan Sekedar Janji

Indonesia terus mendukung semangat menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius, serta implementasi menuju net-zero emisi/nol emisi dengan memperhatikan prinsip-prinsip tanggung jawab umum yang berbeda sesuai kemampuan masing-masing negara (CBDR-RC).

Menteri Siti juga menegaskan dan memberikan elaborasi berkenaan target NDC Indonesia yang cukup ambisius dibuktikan dengan kerja lapangan sebagai implementasi. Dia menekankan tentang penyebutan target penurunan emisi 29% hingga 41% yang harus dibaca secara berbeda, meskipun masih dalam notasi angka target yang sama. Rumusan itu mengandung arti political will yang ingin ditegaskan olehnya.

Menurut Menteri, data Update NDC (UNDC) untuk penurunan emisi harus dibaca dengan target 41 % dalam kerja keras implementasi, perkuat upaya adaptasi sekuat mitigasi dan perluas obyek baru dengan sasaran obyek ke marine ecosystem terutama mangrove dan terumbu karang, dukungan blue carbon serta dukungan kerjasama, finansial dan teknologi termasuk dengan dunia usaha.

Selanjutya Menteri menegaskan bahwa penurunan emisi terbesar ditargetkan dari sektor kehutanan dan land use, serta sektor energi. Pada sektor hutan dan land use ditegaskan Menteri Siti tentang Agenda khusus FoLU Netsink 2030 atas pertimbangan dan perumusan teknis yang rinci dan matang. Pertimbangan kunci agenda netral karbon sektor hutan dimaksud setelah pengalaman nyata Indonesia berdasarkan pada scientific sense dan pengalaman atau bukti lapangan.

Telah terjadi penurunan deforestasi tahun 2019-2020 sebesar 78% sebagai angka deforestation rate terendah sejak tahun 1990, yaitu sebesar 115 ribu ha dan sebelumnya di tahun 2018-2019 seluas 460 ribu ha dan tahun 2014-2015 seluas 1,09 juta ha dan tahun 1996-2000 seluas 3,51 juta ha. Dan sejak tahun 2019 Indonesia menegaskan moratorium permanen seluas 66,2 Juta Ha untuk tidak diberikan lagi ijin baru. Penetapan areal bernilai konservasi atau high conservation value forest (HCVF) seluas 3,87 juta Ha di areal konsesi HPH dna HTI serta sekitra 1,34 juta Ha HCVF di areal perkebunan sawit.

Luas areal terbakar akibat kebakaran hutan dan lahan telah menurun tajam di tahun 2020, yaitu 82% dengan perkiraan emisi GRK menurun hingga sebesar sekitar 93%. Demikian pula rehabilitasi gambut seluas 3,74 juta ha melalui kegiatan re-wetting gambut , menjaga agar gambut tetap basah, dengan infrastruktur sekat kanal, sumur bor, dan dengan pengendalian rencana kerja dan pemantauan tinggi muka air gambut dan ketaatan konsesi dan pembinaan pengelolaan gambut pada 600 ribu ha areal masyarakat.

Baca Juga :  KLHK Siapkan Green Ambassador Jadi Poros Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Begitu pula telah dilakukan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dari 1.53 juta ha dan rehabilitasi mangrove 18 ribu ha tahun 2020 dan tahun 2021 mencakup areal 40 hingga 83 ribu ha, serta hingga 2024 diproyeksikan akan ditanam hingga 600 ribu ha. Akses perhutanan sosial seluas 4,72 juta ha untuk dikelola oleh masyarakat telah mencakup 7.212 kelompok dan 1,03 juta Kepala Keluarga. Dan tentu saja langkah penegakan hukum dengan operasi 1.658 kali untuk pengamanan hutan sekitar 25 juta ha, pengawasan 1.174 kali di areal konsesi dan penerapan sebanyak 1882 sanksi administratif kepada perusahaan, serta 29 gugatan perdata ke pengadilan.

Menteri menegaskan bahwa praktek itu sudah berjalan dalam kurun waktu 5-7 tahun hingga saat ini, dan saatnya kini memantapkan kebijakan dan implementasi tersebut dalam standar operasional prosedur atau SOP yang bisa dituangkan dalam pedoman kerja ke depan berupa manual, tutorial dan lan-lain. Menteri Siti menjelaskan oipitmisme itu.

“Indonesia berpandangan bahwa komitmen untuk meningkatkan Ambisi negara berkembang terkait transisi energi juga perlu didukung oleh komitmen penyediaan dana yang memadai. Hal ini sejalan dengan Indonesia yang lebih menekankan pada upaya peningkatan berbasis ambisi atas pencapaian selama ini, bukan sekedar kemauan politik tanpa landasan yang kokoh,” tegasnya .

Menteri ESDM Arifin Tasrif pun menyatakan untuk mendukung upaya penanggulangan Perubahan iklim melalui pengurangan emisi dari sektor energi, ia dan jajarannya telah menyusun peta jalan (road map) transisi energi menuju netral karbon di sektor energi. Dijelaskan dan ditegaskan pula untuk peta jalan atau road map pengurangan batubara secara rinci dari waktu ke waktu yang cukup detil dan menunjukkan tentang implementasi yang disiapkan. Ditegaskan tentang target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025 dan seterusnya pada periode 2026-2030 akan menggenjot pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada pembangkit listrik, juga alat transportasi serta peralatan rumah tangga.

Menyambung catatan Menteri ESDM maka Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury menjelaskan tentang langkah-langkah dalam road map implementasi Dekarbonisasi dalam lingkup BUMN, seperti PERTAMINA, PLN, ANTAM, PTBA, PEHUTANI, PTP dan lain-lain dengan konsep energi terbarukan, pola co-firing, biomassa, geothermal, gas dan lain-lain. Ia mengungkapkan jika para BUMN telah diinstruksikan agar mendukung pengurangan emisi melalui agenda inisiatif BUMN untuk dekarbonisasi secara sistematis.

Baca Juga :  Menteri LHK Pra Sidang UN Environment Ke-5: Indonesia Kerja Keras Wujudkan Komitmen Atasi Sampah Plastik

Senada dengan itu Wamenkeu Suahazil menyatakan jika komitmen Indonesia dalam penurunan emisi karbon sebagian telah dilaksanakan. Dijelaskan pula tentang inisiatif yang telah dilakukan oleh Kemenkeu tentang green sukuk dan persiapan-persiapan untuk insentif dan disinsentif karbon. Wamenkeu menegaskan tentang pentingnya dukungan pendanaan dan transfer teknologi dari dunia Internasional agar Indonesia dapat mencapai ambisi penurunan emisi karbon lebih tinggi, yaitu 41% sangat diharapkan untuk terealisasi. BUMN RI mendukung penuh upaya pengurangan emisi karbon di Indonesia.

Selanjutnya Wamenlu Mahendra pun menyampaikan jika Indonesia sudah menunjukan kepemimpinannya dengan contoh-contoh nyata (lead by example) dalam upaya penanggulangan perubahan iklim. Satu yang jadi penekanannya adalah sektor kehutanan dan Perubahan lahan /Forestry dan Land Use Sector (FOLU) di Indonesia yang menjadi penyumbang terbesar emisi karbon yaitu sekitar 60% telah jauh berkurang emisinya, dan ditargetkan akan mencapai net sink pada 2030. Ia pun membandingkan soal kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada tahun 2020-2021 yang jauh berkurang kejadiannya, sementara di benua lain, seperti Eropa, Australia, bahkan Amerika di saat yang sama kejadian kebakaran hutan terjadi berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di Indonesia.

Sekretaris Eksekutif UNFCCC Patricia Espinosa menyatakan bahwa langkah-langkah Indonesia sangat impressif dan dia menyatakan sangat mengapresiasi. Ia menyatakan jika capaian-capaian yang telah Indonesia kerjakan dalam penanggulangan Perubahan iklim patut menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia. Ia meyakini dan mengetahui jika Pemerintah Indonesia sangat serius dalam isu penanggulangan perubahan iklim, karena pencapaian yang dilakukan Indonesia tidaklah mudah, diperlukan kerja sama teknis yang baik lintas sektor dan juga dukungan politik yang kuat pada setiap penerbitan kebijakan-kebijakan terkait penanggulangan perubahan iklim. Secara khusus dia menyatakan kesan yang baik berkenaan dengan langkah lintas Kementerian yang diyakininya tidak mudah dan itu berlangsung baik di Indonesia, dalam kepemimpinan Presiden Jokowi, dan sangat patut menjadi contoh, tutupnya di akhir pertemuan. (*)

Biro Hubungan Masyarakat, KLHK

Related posts