Atensi dan Dukungan Komisi IV DPR RI Terhadap Konservasi Badak Jawa

KAB.PANDEGLANG – Kelestarian satwa Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) KLHK perlu peran dan dukungan dari berbagai pihak. Atensi dan dukungan terhadap Konservasi Badak Jawa kali ini datang dari Komisi IV DPR RI yang melakukan Kunjungan Kerja ke TNUK pada Jumat, 15 September 2023.

Rombongan tiba di Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan diterima Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Pangan KLHK, Indra Eksploitasia serta Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkum KLHK, Sustyo Iriono.

Kunjungan kali ini dilakukan terutama untuk merespons isu-isu terkait pengelolaan populasi Badak Jawa, yang saat ini hanya terkonsentrasi di semenanjung Ujung Kulon.

Dialog yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Komisi IV DPR RI menjadi langkah straregis pemerintah untuk mendukung dan menguatkan keberlangsungan konservasi badak Jawa.

“Perlu perhatian yang sangat besar untuk Taman Nasional Ujung Kulon. Tidak bisa hanya memperhatikan seperti ‘business as usual’. Taman Nasional butuh perhatian khusus, sehingga harus ada skema lain sehingga proteksi kita terhadap ekosistem, spesies dan lingkungan tetap maksimal” tutur Anggia Erma Rini selaku pimpinan rombongan Komisi IV DPR RI.

Anggia menyampaikan bahwa saat ini Badak Jawa berstatus Critically Endangered dan tercatat hanya kurang lebih 80 individu Badak Jawa yang masih bertahan, dengan rata-rata kelahiran 3 individu per tahunnya.

Perburuan liar dan perambahan habitat asli satwa menjadi tantangan dan menjadi perhatian serius bagi KLHK. Hal tersebut khususnya perburuan diperkuat dengan hasil investigasi Gakkum KLHK.

Pelaku Perburuan Badak Jawa dapat dijerat dengan Undang-Undang 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp.100 juta serta Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda Rp.10 miliar.

Baca Juga :  Polsek Wonokromo Ungkap Kasus Terduga Pembuang Bayi Di Bratang Gede Surabaya

Ancaman dari penyakit akibat penggembalaan juga dijelaskan oleh Indra Exploitasia, Staf Ahli Menteri Bidang Pangan yang juga selaku Plt. Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik KLHK.

Indra melanjutkan bahwa dalam menghadapi tantangan dimaksud, sejumlah usaha telah dilakukan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK. Salah satunya ialah pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA).

JRSCA merupakan program konservasi yang dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah populasi Badak Jawa, sehingga masuk pada tingkat viable, dan diharapkan suaka tersebut dapat dimanfaatkan menjadi pusat pengetahuan tentang Badak Jawa serta menjadi pusat pemeliharaan dan pemindahan/translokasi Badak Jawa.

Lebih lanjut Indra menyampaikan mengenai upaya penghitungan Badak Jawa yang menggunakan metode album.

“Kami merekam tiap individu dengan kamera trap dan membedakan badak-badak ini dari sisi morfologinya. Diharapkan dengan adanya foto-foto tiap individu ini, dapat memudahkan kami dalam mengidentifikasi badak. Kami dapat mengikuti jejak badak untuk mengambil feses dan dapat diketahui badak mana yang masih subur untuk berkembang biak. Apabila pengembangbiakan terkontrol sudah dilakukan maka akan dilakukan pelepasliaran”, ucap Indra.

Dijelaskan juga apabila tidak terjadi kawin alami, pendekatan teknologi reproduksi berbantu (bayi tabung dengan Badak Sumatera menjadi surrogate mother) dan biobank (pengambilan sperma) bisa dilakukan.

Pada akhir dialog, Anggia menuturkan bahwa Komisi IV DPR RI mendukung rencana aksi yang telah disusun KLHK dalam Konservasi Badak Jawa.

“Diperlukan dukungan sumber daya yang memadai untuk wilayah seluas ini. Pemerintah harus memberikan atensi kepada pelaku konservasi Badak Jawa sehingga program ini dapat terlaksana dengan baik”, tuturnya.

Pada kunjungan kerja ini dihadiri oleh jajaran pejabat wilayah setempat, Yayasan Badak Indonesia, Aliansi Rimba Terpadu, dan International Rhino Foundation.(*)

Related posts