lensareportase.com, Jakarta – Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar bertajuk “Memahami Pentingnya Etika Penyelenggara Negara”. Acara yang diselenggarakan pada Sabtu (9/10/2021) tersebut dihadiri oleh tiga narasumber: Siti Zuhro (Wakil Ketua II MIPI), Eko Prasojo (Ketua Dewan Pakar MIPI), dan Muhadam Labolo (Ketua Bidang Pengembangan Keilmuan dan Kerja Sama Perguruan Tinggi MIPI).
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal MIPI Baharuddin Thahir menyampaikan, tema tersebut diangkat karena di tengah penyelenggaraan pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah di tiap level sering ditemukan indikasi-indikasi pelanggaran etika. Spektrum etika tersebut sangat luas baik yang bisa dilihat dan tak disadari oleh penyelenggara negara tertentu.
“Dalam konteks regulasi juga, kita juga belum memiliki pedoman hukum yang clear, yang jelas, tentang penyelenggaraan negara di setiap level atau pun mungkin kalau ada, itu masih ada ruang-ruang yang bisa dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan sendiri,” kata Baharuddin.
Ia melanjutkan, untuk level daerah masih banyak ditemukan kepala daerah yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Konteks tersebut tidak hanya melanggar secara hukum, tetapi juga melanggar etika. Demikian pula, terjadi fenomena pejabat publik marah-marah di depan masyarakat dan bahkan viral serta ditanggapi oleh berbagai kalangan. “Atas kejadian itu semua, banyak etika pemerintahan yang bisa kita nilai dan analisis,” tandasnya.
Wakil Ketua II MIPI Siti Zuhro dalam materinya berjudul “Pentingnya Etika Penyelenggara Negara” membeberkan, pemahaman akan etika harus dimengerti. Secara etimologi etika berarti adat, sifat, batas atau batas perbuatan manusia. Secara historis pertama kali istilah etika terjadi di kalangan murid Pythagoras dan berkembang pada pemikiran Socrates dan Plato. Sedangkan secara terminologis, etika merupakan cabang pohon filsafat yang berawal dengan pengajuan pertanyaan dasar mengenai moralitas. “Etika adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari perbuatan dan perilaku manusia dikaitkan dengan kualitas yang baik dan yang buruk,” jelasnya.
Dalam konteks etika pemerintahan, lanjut Siti, berhubungan dengan keutamaan-keutamaan yang harus dilaksanakan oleh para pejabat negara dan pegawai atau aparatur pemerintahan. Etika pemerintahan terutama menyangkut penggunaan kekuasaan/wewenang, termasuk legitimasi kekuasaan yang bekaitan dengan tingkah laku yang baik atau buruk. Aparatur harus senantiasa menjaga kewibawaan dan citra pemerintahan yang baik, seperti jujur, tidak korup, kreatif, ketaatan, dan hal lain yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila.
“Alasan fundamental mengapa etika pemerintahan penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel yaitu karena masalah yang dihadapi oleh pemerintahan saat ini dan ke depan semakin kompleks,” tandasnya.(*)
MIPI