Madinah – Sambil menggenggam setangkai mawar merah dan tongkat, Harjo Mislan turun dari bus. Dituntun petugas, ia turuni anak tangga dengan sangat hati-hati. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi.
Ia tercatat sebagai jemaah tertua se Indonesia pada musim haji 1445 H/2024 M. Usianya 110 tahun. Kedatangannya disambut para Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan jemaah lainnya.
Mbah Harjo, begitu dia disapa, langsung dipersilakan duduk di kursi roda, lalu diantar ke lobi Hotel Dar Al Naem, Sektor 1 Daerah Kerja (Daker) Madinah.
Tanpa banyak kata, Mbah Harjo hanya diam saat semua orang menanyakan kabar dan kondisi kesehatannya. Dia terlihat bingung dan berusaha mengenali sekelilingnya.
Air mukanya baru berubah tatkala melihat lambang bendera merah putih yang ada di seragam petugas haji. “Merah putih?,” tanya Harjo Mislan kepada petugas Media Center Haji yang ada di lokasi, Sabtu (18/5/2024).
“Iya Mbah, ini petugas haji Indonesia. Sekarang ini Mbah sudah di Madinah. Ini semua petugas haji yang ada di sini,” kata seorang petugas menjelaskan kepada Mbah Harjo.
Mbah Harjo menganggukkan kepala. Dia mulai merespons berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Mbah Harjo mengaku perjalanan panjang dari Surabaya ke Madinah cukup melelahkan. Namun kakek asal Ponorogo ini mengaku senang dan sehat setibanya di Madinah.
Berbincang dengan petugas, terungkap saat muda Mbah Harjo merupakan pejuang ’45. Dia mengaku pernah ikut perang melawan Belanda.
“(Perang melawan Belanda) Pakai pentungan,” kata Mbah Harjo.
Sirmat, anak Mbah Harjo menjelaskan ayahnya terdaftar sebagai pejuang veteran. Teman seangkatannya sudah tidak ada, hanya Mbah Harjo yang masih hidup.
“Dari kelompok veteran, tinggal Bapak yang masih ada,” kara Sirmat.
Mbah Harjo merupakan pensiunan perangkat desa. Dia juga petani di kampung. Dan Mbah Harjo masih beraktivitas seperti biasa di usia senjanya.
Sirmat menjelaskan kondisi fisik sang ayah. Sebenarnya, Mbah Harjo masih bisa jalan dengan bantuan tongkat. Mbah Harjo memakai kursi roda hanya untuk mempercepat pergerakan saja. Tak hanya itu, sebagai antisipasi, Sirmat juga membawa kursi roda dari Tanah Air untuk berjaga-jaga.
“Sebenarnya bisa jalan sendiri, pakai kursi roda untuk mempercepat pergerakan saja, agar tidak merepotkan yang lain,” kata Sirmat.
Hanya saja, pendengaran Sang Ayah kurang optimal. Sehingga untuk bisa berkomunikasi harus dengan suara yang lebih tinggi.
“Iya, jadi kalau ngomong harus agak keras suaranya,” kata Sirmat mengakhiri.
Dalam perjalanan haji kali ini Mbah Harjo tak hanya didampingi sang anak. Ada menantu dan besan Mbah Harjo yang juga ikut berhaji bersama.
Kini Mbah Harjo dan keluarga tengah menjalankan ibadah di Masjid Nabawi. Mereka juga akan berziarah ke sejumlah lokasi bersejarah di Madinah sebelum menjelang akhir bulan diberangkatkan ke Makkah.(*)