Sepanjang menulis berita berpedoman pada 11 Kode Etik Jurnalis (KEJ), seorang jurnalis tidak bisa di imtimidasi, apalagi terjerat dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tidak hanya berlaku bagi jurnalis itu sendiri, masyarakat luas harus juga memahami UU Pers Tahun 1999, karena di dalam KEJ juga melindungi masyarakat untuk memberikan informasi kepada media.
Banyak masyarakat umum yang belum memahami produk jurnalistik, sehingga sangat gampang menyebutkan pencemaran nama baik dalam tulisan jurnalis.
Untuk diketahui, walaupun ada keliru dalam penulisan, itu sudah diatur dalam pasal 10 yang berbunyi, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.
Sementara Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Agus Andrianto mengingatkan seluruh pihak bahwa produk jurnalistik yang diproduksi lewat mekanisme jurnalisme yang sah dari perusahaan pers legal, tidak dapat dibawa ke ranah pidana.
Produk tersebut juga tidak dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
“Untuk kasus yang memang dimunculkan adalah sesuatu hal benar (berita), wartawannya juga tidak boleh diproses kalau memang informasi itu benar, bukan fitnah,” kata Agus, Kamis, 8 Februari 2024.
Agus mengatakan hal ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers. Kesepakatan yang diperbarui itu wajib dipatuhi oleh kepolisian. Agus mengatakan kesepakatan itu melindungi pemberitaan yang diproduksi oleh perusahaan pers yang diakui Dewan Pers.
Agus mengatakan seluruh anggota kepolisian harus menggunakan mekanisme sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan Dewan Pers serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kalau masih memungkinkan, penegakan hukum itu menjadi pintu terakhir, tetapi setelah ditempuh klarifikasi, upaya mediasi para pihak. Kalau sudah mentok, baru diputuskan apakah penyelidikannya dilanjut atau tidak,” kata Agus.(*)