Tokoh Agama Bicara Tentang Penghapusan KDRT

Jakarta (10/9) – Rangkaian Kampanye Jelang Dua Dekade Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Perkumpulan Jalastoria Indonesia (JalaStoria) menggelar Dialog Tokoh Agama Mengenai Penghapusan KDRT, Jumat (8/9), di RRI Jakarta. Dalam dialog tersebut sejumlah tokoh agama hadir seperti perwakilan tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu dan Penghayat Kepercayaan.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti menuturkan kehadiran UU PKDRT yang hampir mencapai 2 dekade masih diliputi kejadian-kejadian kekerasan di dalam rumah tangga. Bahkan, jumlahnya jauh meningkat saat terjadi pandemi Covid-19 dengan korban terbanyak adalah kelompok perempuan.

“Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan selama hidupnya. Lebih spesifik kekerasan yang dilakukan pasangan sebanyak 11,3 persen, yang ini tentu terjadi di dalam rumah tangga. Sedangkan kekerasan yang paling banyak dilakukan oleh pasangan atau suami adalah pembatasan prilaku,” ungkap Eni.

Faktor budaya merupakan salah satu alasan kunci penyebab KDRT masih terus terjadi. Budaya patriarki dan masalah privasi masih melekat sebagai alasan utama KDRT. Relasi kuasa di dalam budaya patriarki menyebabkan banyak korban terutama kelompok perempuan tidak mampu untuk mengadu dan melaporkan atau bahkan sekedar melawan tindak kekerasan yang dialami.

“Apa dampak negatif dari KDRT tidak hanya berdampak pada perempuan sebagai korban langsung, tetapi juga pada anak-anak. Sehingga perlu untuk kita menghapus KDRT melalui upaya pencegahan dan penanganan KDRT dengan sosialisasi yang melibatkan banyak pihak. Salah satunya tokoh agama yang dapat berperan penting melihat perannya di masayarakat yang sentral dan dekat dengan masyarakat,” jelas Eni.

Baca Juga :  Bambang Hendroyono: Pembangunan Ekonomi di Ekoregion Sumatera Perhatikan Aspek Keberlanjutan

Related posts