Pekanbaru, Riau — Dugaan pemalsuan surat terkait pengelolaan lahan oleh oknum PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) atau PT APN bersama oknum kepala desa di Kabupaten Kampar akhirnya resmi dilaporkan ke Mabes Polri. Laporan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua LSM Gerakan Anti Korupsi dan Penyelamatan Aset Negara (Gakorpan) DPD Provinsi Riau, Rahmad Panggabean, pada Rabu (12/11/2025) di Jakarta.
Rahmad mengungkapkan kepada awak media bahwa laporan itu berkaitan dengan surat pemberitahuan rencana operasional PT APN di lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) eks PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) seluas 13.491,17 hektare, yang berada di Desa Sungai Rambai dan Desa IV Koto Setingkai, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Menurutnya, sejumlah kejanggalan dalam dokumen tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, khususnya para petani.
Kejanggalan Nomor Surat dan Amplop Polos
Rahmad menyebut telah mengantongi berbagai bukti yang telah diserahkan ke Bareskrim Mabes Polri. Salah satu kejanggalan terlihat dari penggunaan amplop polos bertuliskan tangan untuk surat yang ditujukan kepada petani atau pengusaha, tanpa kop resmi PT APN. Sebaliknya, surat yang ditujukan kepada kepala desa menggunakan kop perusahaan lengkap dengan nomor surat dan perihal.
Ia merinci, surat untuk petani bernomor 023.A/APN/RO-2.RIAU/GM5/X/2025 tertanggal 24 Oktober 2025 atas nama Supendi, serta 023.B/APN/RO-2.RIAU/GM5/X/2025 atas nama Sanusi Sitorus. Namun, surat undangan untuk Kepala Desa Sungai Rambai justru bernomor 022.D/APN/RO-2.RIAU/GM5/X/2025 tertanggal 28 Oktober 2025.
“Nomor surat 023 itu tanggal 24 Oktober, tapi kenapa nomor 022 justru tanggal 28 Oktober? Ini tidak masuk akal untuk perusahaan negara. Kami menduga ada oknum PT APN yang bekerja sama dengan oknum kepala desa memalsukan surat,” jelas Rahmad pada Jumat (14/11/2025) di Pekanbaru.
Tidak Ada Plang Satgas PKH di Lokasi
Rahmad juga menyoroti ketiadaan plang Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) di Desa Sungai Rambai. Padahal, berdasarkan aturan, surat pemberitahuan hanya dapat diterbitkan setelah ada pemasangan plang Satgas PKH dan serah terima kawasan.
“Petani kok bisa menerima surat, padahal Satgas PKH tidak pernah memasang plang di wilayah itu. Seharusnya Satgas PKH dulu yang masuk, bukan PT APN,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa penandatanganan kerja sama operasional (KSO) oleh PT APN seharusnya dilakukan di kantor pusat Jakarta, bukan dilakukan sembarangan di tingkat daerah.
Dugaan Keterlibatan Sosok Berinisial FG
Dalam laporan tersebut, Rahmad juga mengungkap dugaan keterlibatan seseorang berinisial FG, yang diduga membuat dan mendistribusikan surat kepada petani melalui kepala desa setempat. Bahkan, salah satu surat untuk Supendi disebut dibagikan pada malam hari oleh istri Kepala Desa IV Koto Setingkai.
“Ini janggal. Distribusi malam hari, amplop ditulis tangan, bahkan mencantumkan nama dengan nada rasis. Apa seperti ini kinerja perusahaan milik negara?” ujarnya.
Rahmad mengatakan pihaknya juga memiliki rekaman video dan komunikasi yang menunjukkan FG memberikan keterangan berbeda mengenai posisinya. Di hadapan masyarakat, FG mengaku sebagai manajer PT APN, tetapi melalui komunikasi telepon mengaku berasal dari PT Parumartha Permai, perusahaan yang disebut sebagai pemegang KSO PT APN.
“Dalam waktu dekat, kami juga akan melaporkan FG dan oknum Kades Sungai Rambai ke Polda Riau,” tegas Rahmad.
Kades Bantah Pemalsuan Surat
Terkait tudingan tersebut, awak media telah meminta tanggapan FG melalui pesan WhatsApp pada Jumat (07/11/2025), namun tidak mendapat respons.
Sementara itu, Kepala Desa Sungai Rambai, Dedi Kandar SY, dalam komunikasi terpisah melalui telepon WhatsApp, membantah telah melakukan pemalsuan surat. Ia menyebut hanya mendistribusikan surat yang diterima dari PT APN kepada pemilik lahan melalui perangkat desa.
Gakorpan Minta APH Bertindak
Rahmad berharap aparat penegak hukum segera menelusuri keaslian surat PT APN yang beredar di kalangan petani, memeriksa dugaan keterlibatan oknum perusahaan dan kepala desa, serta mengungkap potensi penguasaan lahan ilegal melalui skema KSO dengan PT Parumartha Permai.
“Ini bukan sekadar kesalahan administrasi. Kami meyakini 100 persen bahwa ini adalah upaya pemalsuan surat yang dapat merugikan petani kecil,” pungkasnya.
(Tim)





