lensareportase.com, Jakarta – Negara yang kuat dilandasi birokrasi yang kuat pula. Hal ini pernah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo, bahwa salah satu syarat utama bagi Indonesia untuk tampil sebagai negara nomor empat terkuat di dunia pada 2045, selain infrastruktur adalah birokrasi yang kuat melalui reformasi.
Menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional (DPKN) Prof. Zudan Arif Fakrulloh, birokrasi pemerintahan akan kuat jika para ASN mampu menjaga netralitas dan menghindarkan diri dari intervensi politik.
“ASN yang netral menjamin birokrasi yang kuat, serta mendukung iklim demokrasi yang sehat,” kata Prof. Zudan usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panitia Kerja Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Komisi II DPR di Jakarta, Selasa (29/6/2021).
Zudan menyatakan, revisi UU ASN harus diarahkan untuk membangun ekosistem birokrasi yang sehat. Untuk menciptakan ekosistem birokrasi yang sehat, Pakar Hukum Administrasi ini mengusulkan agar pejabat eselon I dan eselon II ditarik menjadi aset nasional untuk menjaga sistem karir ASN. Pengangkatan pejabat eselon I dan II di daerah sebaiknya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pasalnya, banyak pejabat yang menjadi korban tsunami politik dalam setiap kali pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Kami jajaran ASN itu ingin profesional, tapi ekosistem di luar setiap kali ada pilkada seperti ada tsunami politik. Eselon 2 di daerah dan termasuk eselon 1 di provinsi merasa khawatir betul, dia tidak bisa bekerja profesional, netral, juga menderita batin apalagi yang dianggap tidak berkeringat,” kata Zudan.
Karena itu, Zudan mengusulkan sistem merit ASN yang sekarang ini disandarkan penuh kepada bupati, wali kota, dan gubernur untuk eselon 2 dan eselon 1 di provinsi perlu diredesain sistem karirnya.
“Hal ini perlu mendapat perhatian dalam revisi UU ASN. Jangan ada lagi pejabat di daerah yang menjadi korban tsunami politik setiap kali pilkada,” harapnya.
Dengan demikian, lanjut Zudan, pejabat eselon I dan II di daerah itu menjadi aset nasional, diangkat, dipindahkan dan diberhentikan oleh pemerintah pusat.
“Mereka betul-betul menjadi pejabat yang profesional dan bersikap netral dalam pilkada. Jika ada pilkada maka sekda dan kepala dinas tenang saja, karena gubernur, bupati dan wali kota tidak bisa memberhentikan, harus pemerintah pusat,” kata Zudan.
Bukan itu saja, kata Zudan, kalau pejabat itu bagus bisa naik ke provinsi, dan selanjutnya jika berprestasi bagus bisa naik ke nasional.
“Jadi wawasan pusat dan daerah itu bisa terwujud. Itulah arah politik hukum dalam UU ASN. Kalau ada revisi perlu ke arah perlindungan sistem karir ASN,” tandasnya. Dukcapil.(*)