Pulihkan Ekonomi Nasional, Kemendagri Minta Pemda Percepat Realisasi APBD TA. 2021

lensareportase.com, Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2021. Hal itu dilakukan sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional.

Poin itu menjadi penekanan dalam rapat koordinasi Analisa & Evaluasi Percepatan Penyerapan APBD TA 2021 secara virtual dengan seluruh Pemerintah Daerah, (18/06) yang dibuka Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Muhammad Hudori.

Dalam pembukaannya, Hudori mengatakan, pertumbuhan ekonomi dapat dicapai jika ada sinergi dan kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memaksimalkan penggunaan APBD. Ia mengimbau kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan percepatan APBD, khususnya pada kuartal II tahun 2021.

“Ini sudah akan berakhir kuartal kedua, saya mohon teman-teman di Provinsi, Kabupaten/Kota agar mempercepat penyerapan APBD Tahun Anggaran 2021,” kata Hudori.

Sementara itu, berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Mochamad Ardian, per tanggal 15 Juni 2021, realisasi anggaran pendapatan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia mencapai Rp 364,99 triliun dengan persentase sebesar 31,62% dari target yang ditetapkan dalam APBD. Pendapatan daerah tersebut mengalami penurunan sebesar Rp 75,40 triliun dibandingkan capaian pada periode yang sama pada tahun 2020. Sedangkan, realisasi belanja daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia mencapai Rp 310,84 triliun atau sebesar 25,51% dari target yang telah ditetapkan.

Belanja daerah juga mengalami penurunan realisasi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 48,88 triliun. Sementara itu, per tanggal 31 Mei 2021, simpanan uang kas Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Bank Umum mengalami peningkatan sebesar Rp 6,02 triliun atau sebesar 3,61% dibandingkan dengan simpanan pada periode yang sama pada tahun 2020. Berdasarkan data tersebut, terdapat indikasi bahwa daerah belum memaksimalkan penggunaan APBD sesuai dengan kebutuhan daerah.

Baca Juga :  Menparekraf Sampaikan Kisah Sukses Pariwisata Berkelanjutan Indonesia di Forum UNWTO di AS

“Belanja di APBD secara agregat sudah mengalami kenaikan di tanggal 15 Juni yaitu pada angka 25,51%,” ujar Ardian.

Padahal, Ardian menyampaikan, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mendorong agar realisasi belanja pada semester pertama minimal mencapai 35% dari target yang telah ditetapkan. Hal ini memerlukan dukungan Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala BPKAD, dan OPD terkait lainnya untuk sama-sama bisa meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah, sehingga berdampak pada percepatan realisasi belanja. Belanja daerah merupakan salah satu formula dalam menghitung pertumbuhan ekonomi selain investasi, ekspor impor, dan belanja rumah tangga. Kolaborasi APBN dan APBD diharapkan akan mendorong capaian pertumbuhan ekonomi di kuartal dua yaitu sebesar 7%.

“Kami sangat berharap dukungan dari para Sekda, dari Kepala BPKAD, Bapak/Ibu semuanya pemerintah daerah untuk sama-sama bisa menggenjot kinerja Pemerintah Daerah sehingga berdampak pada percepatan realisasi belanja,” tegas Ardian.

Ditjen Bina Keuangan Daerah mengidentifikasi terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya realisasi belanja daerah sehingga menyebabkan mengendapnya APBD pada Bank Umum, yaitu sebagai berikut:

Terdapat sisa dana penghematan/pelaksanaan program kegiatan dan sisa Dana Transfer yang belum digunakan; adanya kelebihan target pajak daerah dan retribusi daerah tahun sebelumnya; belum disalurkannya bagi hasil pajak provinsi pada kabupaten/kota; belum dibayarkannya kewajiban kepada pihak ketiga atas belanja tahun anggaran sebelumnya; terdapat sisa dana Pemda yang masih menunggu audit BPK-RI; masih adanya dana yang tersimpan di Bank Umum diorientasikan sebagai tambahan PAD (Bunga Perbankan); petunjuk teknis penggunaan dana transfer belum ditetapkan; dan kehati-hatian Kepala Daerah (termasuk daerah hasil Pilkada 2020) dalam membelanjakan APBD di era pandemi untuk mencegah permasalahan hukum di kemudian hari.

Baca Juga :  KemenPPPA Luncurkan Pedoman Transformasi Digital Perempuan

Berdasarkan permasalahan di atas, Kementerian Dalam Negeri telah melakukan upaya dalam mendorong percepatan penyerapan APBD, antara lain:

Pertama, menginstruksikan percepatan pelaksanaan APBD TA 2021 dan kemudahan investasi di daerah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di Daerah melalui Surat Edaran Mendagri Nomor 903/145/SJ tanggal 12 Januari 2021;

Kedua, menginstruksikan percepatan penyaluran bantuan sosial dan social safety net/jaring pengaman sosial di Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa melalui Surat Edaran Mendagri Nomor 846/1994/SJ tanggal 23 Maret 2021;

Ketiga, menginstruksikan kepada Pemerintah Daerah untuk segera menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2020 kepada BPK untuk segera dilakukan proses audit melalui Surat Nomor 901/2594/SJ tanggal 23 April 2021;

Keempat, menginstruksikan percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam pengelolaan keuangan daerah melalui Surat Edaran Mendagri bersama dengan Kepala LKPP Nomor 027/2929/SJ dan Nomor 1 Tahun 2021;

Kelima, berkoordinasi dengan BPK untuk bisa mempercepat proses audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2020;

Keenam, melakukan koordinasi terkait proses percepatan pelaksanaan realisasi APBD bersama KPK, BPKP dan Kemenkeu dengan pemerintah daerah;

Ketujuh, memberikan arahan kepada kepala daerah khususnya kepala daerah baru apabila ingin melakukan pergantian pejabat untuk segera meminta izin kepada Menteri Dalam Negeri sehingga tidak menghambat proses realisasi APBD;

Kedelapan, melakukan asistensi kepada pemerintah daerah yang masih rendah penyerapannya.

Selanjutnya, strategi percepatan realisasi APBD TA. 2021 yang akan dilakukan Kemendagri dalam mendorong percepatan penyerapan APBD oleh Pemerintah Daerah yakni dengan melakukan asistensi secara langsung dan dilaksanakan berkala kepada pemerintah daerah yang masih rendah penyerapannya. Kemudian, Kemendagri juga akan melakukan koordinasi dengan Kemenkeu, BPKP, KPK, dan Bank Indonesia untuk bersama-sama melakukan pembinaan terhadap pemerintah daerah yang memiliki simpanan uang kas yang cukup besar di perbankan.

Baca Juga :  Melalui Keadilan Restoratif, Pedagang Cilok Yang Mencuri Dimaafkan Kesalahannya

Kemendagri juga akan melakukan koordinasi dengan Kemenkeu agar penyaluran dana transfer mempertimbangkan kinerja belanja, dan bekerja sama dengan APIP maupun unit-unit pengendali mutu disetiap SKPD dalam melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program dan kegiatan oleh masing-masing SKPD. Lalu, Kemendagri juga akan melakukan pertemuan secara daring dan luring dengan seluruh Kepada Daerah terkait monitoring realisasi APBD 2021.

Dalam rapat koordinasi tersebut turut hadir Plt. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan. Dalam kesempatan itu, Kementerian Kesehatan juga mendorong Pemerintah Daerah untuk segera melakukan percepatan realisasi pembayaran tunggakan Sisa BOK Tahun 2020 (bersumber dari DAK TA 2020), dan insentif bagi tenaga kesehatan dan honor vaksinator sehingga berpengaruh kepada realisasi APBD.

Adapun faktor penyebab kendala pembayaran Inakes dan tunggakan sisa BOK tersebut antara lain: adanya keterlambatan pengesahan DPA-SKPD, kurangnya koordinasi dengan BPKAD dan Dinkes belum melakukan pertanggungjawaban atas penggunaan insentif bagi tenaga kesehatan dimaksud. Untuk itu diperlukan tindaklanjut dari pemda dan meminta kolaborasi Kemendagri, Kemenkes dan Kemenkeu mendorong pemda segera merealisasikan anggaran Insentif bagi Nakes termasuk tenaga Vaksinator, guna penanganan Covid-19 dan Program Vaksinasi.

Bahkan, dalam kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri telah memberikan gambaran mengenai Sinergi APIP dan pentingnya peran Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota maupun unit-unit pengendali mutu termasuk Sekda dan Asisten Sekda untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan di masing-masing OPD secara berkelanjutan sebagai penerapan quality assurance dan manajemen resiko, serta memberikan asistensi dan mengawal akuntabilitas pelaporan.(Mar)

Puspen Kemendagri

Related posts