MAGELANG – Ribuan umat Buddha hari ini mengikuti pawai atau arakan-arakan sebagai bagian dari prosesi perayaan Tri Suci Waisak 2568 BE/2024. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Supriyadi menyampaikan bahwa pawai yang berlangsung di Borobudur bukan sekedar giat yang melalahkan fisik, tapi juga cermin keteguhan iman.
“Pawai atau arak-arakan ini bukan hanya sekedar melelahkan fisik. Tapi dapat meneguhkan batin umat dalam menjalankan ajaran Buddha,” kata Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi, di Magelang, Kamis (23/5/2024).
“Ini adalah suatu tahapan yang dilalui oleh setiap orang yang mengikuti ritual dalam prosesi perayaan Tri Suci Waisak 2568 BE. Umat Buddha harus mempersiapkan diri dengan menentukan dan menetapkan batinnya, dengan penuh kesadaran bahwa setiap langkah dalam kehidupan harus dipersiapkan dengan baik,” sambung Supriyadi.
Supriyadi menjelaskan bahwa ajaran luhur dalam ajaran Buddha, utamanya dalam hatinya membacakan do’a-do’a yang ada dalam Paritta. “Persiapkan batin dengan baik, proses perjalan ini sepenuh hati,” tegas Supriyadi.
Supriyadi juga menjelaskan bahwa pawai ini menjadi bagian ungkapan persembahan yang banyak mengandung lambang kebaikan dalam kehidupan yang bersumber dari beberapa unsur kehidupan.
“Persembahan-persembahan tersebut bisa menerangkan bahwa kehidupan itu tidak kekal, seperti bunga melambangkan ketidakkekalan. Api melambangkan penerangan dalam kehidupan, dupa melambangkan keharuman, bijaksana bermanfaat bagi sesama. Dalam hidup yang keluar adalah harum kebajikan,” kata Supriyadi.
Ada juga persembahan lainnya, seperti Air sebagai lambang ketenangan, dan kebijaksanaan. “Buah-buahan sebagai lambang kehidupan yang harus diraih. Hidup harus berkecukupan, tidak harus kaya, tapi cukup terpenuhi kebutuhannya,” tandas Supriyadi.
Selamat merayakan Tri Suci Waisak 2568 BE/2024.(*)