“Karena ditanggung pemerintah, kami mampu untuk menyediakan sistem dan peralatan tersebut, juga mengoperasikan dan memeliharanya. Sebaliknya, institusi non pemerintah tersebut, mungkin tidak mempunyai kapasitas untuk memasang ratusan peralatan dengan sistem processing yang telah diset-up khusus sesuai dengan keunikan dinamika cuaca di wilayah Indonesia,” paparnya.
Andri menerangkan, metode pemodelan untuk prakiraan cuaca yang dilakukan BMKG adalah dengan mengintegrasikan data dari ratusan titik-titik observasi, ke dalam pemodelan matematis. Meski metode tersebut hampir sama dengan metoda yang diterapkan oleh institusi lainjya, namun dari segi data, BMKG memiliki data yang lebih lengkap untuk mengasimilasi atau memvalidasi model Prakiraan Cuaca ya.
Akhirnya Dwikorita menekankan bahwa data di BMKG, jauh lebih merepresentasikan kondisi di Indonesia yang diambil dari ratusan stasiun observasi atau ribuan peralatan observasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sistem processing dan pemodelan yang digunakan pun telah diset-up sesuai dengan keunikan kondisi dan dinamika cuaca di Indonesia, sehingga hasilnya bisa jauh lebih tepat dan akurat. Dwikorita berharap, masyarakat bisa memanfaatkan data dan informasi yang dikeluarkan secara resmi oleh BMKG. (*)