lensareportase.com, JAKARTA – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah menyiapkan tujuh pilot project peternakan terpadu yang dikelola oleh badan usaha milik desa (BUMDes) Bersama. Program ini bertujuan agar desa mandiri pangan hewani hingga berdampak pada pengurangan impor daging.
“Minimal dapat membantu penurunan impor daging dan peningkatan gizi masyarakat untuk pengurangan stunting, serta penurunan kemiskinan ekstrem. Karena ini akan meningkatkan transaksi dan memberikan peluang tenaga kerja,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Pria yang akrab disapa Gus Halim ini mengatakan, ketujuh BUMDes Bersama tersebut terletak di tujuh kabupaten: Bandung, Cirebon, Kebumen, Nganjuk, Jombang, Lumajang, dan Kudus. Tiap BUMDes Bersama ini melibatkan sekitar 5-10 desa di sekitarnya.
Pilot project tersebut melibatkan berbagai pihak mulai dari kepala desa, Kementerian Pertanian, PLN, dinas PMD kabupaten, dinas pertanian, hingga perusahaan sebagai pihak ketiga.
“Prinsip dari peternakan terpadu tentu kekeluargaan dan kegotongroyongan. BUMDes Bersama ini rata-rata terdiri atas 10 desa. Kita lakukan pendampingan pihak ketiga sekaligus penyertaan modal dan offtaker, salah satunya PT Berdikari,” ujar mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.
Gus Halim berharap, peternakan terpadu yang dikelola secara terintegrasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan dan berbagai produk yang dihasilkan seperti daging, pupuk, biogas, sayur hidroponik, dan sebagainya.
“Kenapa kita uji coba ini dilakukan BUMDes Bersama di 5-10 desa, supaya pasarnya jelas. Misalnya sayur-mayur hidroponik pangsa pasarnya ya semua desa yang jadi bagian dari BUMDesa Bersama sehingga saya yakin tidak ada masalah,” ujarnya.
Ketujuh BUMDes Bersama yang menjadi proyek percontohan ini telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari Kemendesa PDTT dan pihak ketiga, yang melibatkan hingga 72 desa dengan luas lahan usaha 140.000 m2 (14 hektare). Masing-masing BUM Desa Bersama ini mengorganisasikan 43 peternak untuk mengelola 20 ekor sapi yang dipadukan dengan budi daya 100 domba, 400 ekor ayam, budi daya 10.000 ikan air tawar, penanaman hortikultura organik di lahan 1.500 m2, budi daya pakan ternak di lahan 16.200 m2, instalasi pengolahan limbah menjadi pupuk organik dan biourine, serta energi terbarukan biogas.
Dalam pilot project ini Kemendesa PDTT menyalurkan modal awal Rp 500 juta per BUMDesa Bersama, sementara tiap desa berpartisipasi Rp 50 juta dari dana desa. Secara kumulatif, modal awal tiap BUMDes Bersama setidaknya Rp 1 miliar.
“Anggarannya dari dana desa, ada juga partisipasi masyarakat. Masyarakat dalam hal ini bisa jadi mitra/penyertaan modal/penyediaan lahan produksi dan seterusnya. Dan (anggaran lainnya) dari pemanfaatan hasil peternakan, kemudian kemitraan, CSR, atau pinjaman KUR, dan tentu Kemendes juga memberikan support (dukungan anggaran),” ujar Gus Halim.
Pengembangan BUMDesa dan BUMDes Bersama bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat desa. Artinya, Gus Halim menegaskan, pengembangan BUMDesa dan BUMDesa Bersama pun tidak boleh mematikan usaha warga desa setempat.
“Saya terus gaungkan, bahwa jangan sekali-kali BUMDesa dan BUMDesa Bersama mengambil unit usaha yang berdampak pada menurunnya usaha yang dilakukan masyarakat,” katanya.(*)