lensareportase.com, JAKARTA – Penanganan bencana nonalam, seperti Covid-19, memberikan banyak pembelajaran kepada semua pihak di Tanah Air. Penanggulangan bencana ini membutuhkan upaya-upaya komprehensif dari hulu ke hilir sehingga pengendalian dan pengakhiran pandemi dapat berlangsung secara cepat.
Penanggulangan bencana nonalam tersebut membutuhkan standar nasional untuk memayungi secara sistematis. Ini akan menjamin kepastian mutu usaha pengurangan risiko dan penanganan darurat bencana terhadap berbagai variasi dampak wabah, epidemi hingga pandemi. Deputi Sistem dan Strategi BNPB Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si. mengatakan bahwa standar nasional, khususnya dalam sistem penanggulangan bencana epidemi, merupakan kesempatan yang sangat baik sebagai pembelajaran dari sisi literasi, referensi dan aplikasi lapangan, seperti pada penanganan Covid-19.
“Kita tidak hanya bicara subjek epideminya saja tapi juga sekaligus bagaimana lintas sektor menjadi sinergitas dapat bekerja sama dalam penanggulangan epidemi,” ujar Raditya dalam kegiatan Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Penanggulangan Bencana Epidemi pada Jumat lalu (13/8).
Pertemuan yang membahas penyusunan lanjutan rancangan SNI (RSNI) Penanggulangan Bencana Epidemi telah memasuki diskusi kedelapan. Pembahasan yang berlangsung secara virtual pada Jumat lalu (13/8) menghasilkan draf RSNI 1, dengan masukan-masukan sebagai penyempurnaan rancangan. Para anggota gugus kerja diberikan waktu selama satu minggu untuk memberikan masukan dan pendapat sebelum bertemu dengan Komisi Teknis 13-08. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan atau menghindari perbedaan pandangan.
Salah satu anggota gugus kerja, Yus Rizal, DCN, M.Epid. menyampaikan masukan terkait pembiayaan untuk penanganan epidemi. Ia mengatakan, pembiayaan pada konteks penanganan Covid-19 ini bukan hanya bersumber dari APBN maupun APBD.
“Ada juga berupa hibah dari masyarakat contohnya donor darah konvalesen yang dikelola oleh PMI, anggarannya merupakan hibah masyarakat,” jelas Yus Rizal yang diamini oleh anggota gugus kerja yang lain.
Hasil dari diskusi tersebut diharapkan dapat dilanjutkan statusnya menjadi RSNI 2 sebelum ditetapkan menjadi SNI pada Oktober 2021 nanti.
Penggagas sistem penanggulangan bencana epidemi, Mizan Bustanul Fuady Bisri, menyampaikan bahwa RSNI 1 ini masih terbuka untuk mendapatkan masukan dari anggota gugus kerja agar dapat dilanjutkan pada pembahasan dengan Komite Teknis 13-8 untuk pertemuan selanjutnya.
“Maksud dan tujuan dari diskusi hari ini dari menyarikan berbagai catatan serta referensi pada draf awal yang telah diformulasikan untuk menjadi draf RSNI 1 sehingga harapannya pada hari ini bisa dikritisi satu per satu tiap bagian dan akhirnya menjadi daftar inventarisasi masalah, kemudian terverifikasi bagian mana yang belum menjadi konsensus gugus kerja,” ujar Mizan yang juga asisten profesor di Universitas Kobe, Jepang.
SNI Sistem Penanggulangan Bencana Epidemi diajukan oleh Komite Teknis 13-08 Penanggulangan Bencana sebagai respons sistematis atas berbagai pembelajaran semua pihak dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan sebagai antisipasi terhadap berbagai risiko kedaruratan kesehatan lainnya di masa yang akan datang, termasuk potensi gelombang Covid-19 dan penyakit lain.(*)
Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB