Pentingnya Kolaborasi Parapihak dalam Aksi Mitigasi Sektor FOLU

lensareportase.com, Kolaborasi parapihak dalam aksi mitigasi pada program Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 sangat penting untuk dilakukan. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Muhammad Buce Saleh pada Workshop Penyusunan Rencana Kerja Sub Nasional Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Provinsi Sumatera Selatan yang digelar di Kota Palembang (25/8).

Dalam pelaksanaan Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, terdapat beberapa aksi mitigasi sektor FOLU, yaitu pengurangan laju deforestasi lahan mineral, pengurangan laju deforestasi lahan gambut, pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut, pembangunan hutan tanaman, sustainable forest management, rehabilitasi dengan rotasi, rehabilitasi non rotasi, restorasi gambut, perbaikan tata air gambut, pengelolaan mangrove, dan konservasi keanekaragaman hayati.

“Pelaksanaan aksi mitigasi tersebut diarahkan pada lokasi-lokasi tertentu yang paling tepat untuk upaya penurunan gas rumah kaca sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FOLU),” jelas Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah II Palembang, Manifas Zubayr.

Manifas menambahkan, penentuan lokasi aksi mitigasi yang tepat membutuhkan analisis khusus yang disusun dari berbagai jenis informasi geospasial. Analisis pendahuluan dituangkan dalam tiga indeks, yaitu indeks prioritas lokasi, indeks jasa lingkungan, dan indeks kelembagaan yang menentukan peta hasil atau peta arahan pelaksanaan aksi mitigasi.

Indeks Prioritas Lokasi berasal dari peta Indeks Biogeofisik berdasarkan tiga nilai indeks yaitu indeks emisi, indeks serapan, dan indeks kebakaran. Semakin tinggi nilai Indeks Prioritas Lokasi, semakin tinggi tingkat urgensi atau prioritas lokasi tersebut untuk dijadikan sebagai lokasi sasaran pelaksanaan program.

Informasi spasial tentang arahan optimasi pemanfaatan kawasan hutan berdasarkan Indeks Jasa Lingkungan diperlukan untuk membantu perencanaan yang sudah menerapkan prinsip-prinsip daya dukung dan daya tampung. Adapun untuk Indeks Kelembagaan ditentukan berdasarkan tiga indikator, yaitu modal sosial, kapasitas kelembagaan, dan potensi kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

Baca Juga :  Kemendagri Dorong Layanan Adminduk Terlaksana hingga Tingkat Desa, Apa Saja Yang Harus Disiapkan?

“Peran serta masyarakat sebagai sebuah modal sosial menjadi aspek penting dalam kesuksesan aksi mitigasi yang akan dilakukan. Sosialisasi dan edukasi kepada harus dilakukan agar masyarakat memahami dan mau terlibat dalam aksi ini,” tambah Manifas.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Pandji Tjahjanto mendorong agar pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan harus dapat mengelola areal kerjanya secara intensif. Tak hanya itu, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial pun harus didorong untuk dapat melakukan hal serupa di wilayah kelolanya.

“Pengelolaan kawasan hutan yang intensif akan dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan,” tegas Pandji.

Pandji juga menekankan aksi mitigasi dalam implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 harus melibatkan seluruh mitra kerja.

Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang juga Ketua Tenaga Ahli Rencana Kerja Indonesia’s Folu Net Sink 2030 Provinsi Sumatera Selatan, Muhammad Buce Saleh mensyaratkan kolaborasi para aktor yang dibangun dalam aksi mitigasi harus bermitra sejajar.

“Tidak hanya Public-Public Partnership, baik itu kemitraan Pusat dan Daerah maupun kolaborasi dengan kementerian-lembaga terkait, Public-Private Partnership dan Private-Private Partnership juga harus didorong dan bermitra secara sejajar agar tujuan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 dapat tercapai,” ungkap Buce.

Gelaran workshop penyusunan rencana kerja sub nasional ini telah dimulai Kementerian LHK sejak medio Juli 2022 lalu di 10 provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Lampung, dan terakhir di Sumatera Selatan. Seluruh proses penyusunan Rencana Kerja Sub Nasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 ditargetkan selesai pada bulan September tahun ini.(*)

Biro Hubungan Masyarakat, KLHK

Related posts