Bila tidak dipenuhi, rakyat berhak menggugat ke Komisi Informasi Publik (KIP) Kabupaten dalam sengketa dokumen publik. Manakala KIP Kabupaten menjalankan tugas sebagaimana peraturan perundang-undangan, pasti rakyat yang menang, sebaliknya manakala rakyat yang dikalahkan, itu artinya petaka kedaulatan.
Dengan bekal LPPDes AMJ tersebut, rakyat silakan mulai melakukan analisa, dan cocokkan antara dokumen anggaran yang ada dengan realita belanja baik belanja barang, jasa, dan modal.
Dari situ nanti pasti ditemukan indikator antara lain:
1. Adanya belanja barang tapi barangnya tidak ada (nota fiktif dan stempel buat sendiri).
2. Adanya belanja barang tapi nilai nominalnya tidak sebanding dengan barangnya (markUp anggaran dengan cara nominal dalam nota belanja ditulis sendiri).
3. Adnya belanja jasa tapi tidak wajar jumlah penerima jasanya dan besaran nominal penerimaan setiap oranhgnya (pinjam KTP dan tanda tangan palsu).
4. Adanya belanja modal baik bahan dan alat yang nilainya tidak cocok dengan wujud fisik atau bendanya (markUp anggaran dengan cara nominal dalam nota belanja ditulis sendiri).
5. Adanya belanja modal tetapi wujud fisik atau bendanya tidak ada (belanja fiktif dengan cara membuat nota dan stempel toko/suplayer fiktif).
Setidaknya ada lima indikator modusnya, selebihnya bisa digali sendiri.
Dari hasil pencermatan atas LPPDes AMJ tersebut, apabila terdapat sebagaimana yang diuraikan dalam indikator di atas apabila terdapat dugaan tindak pidana korupsi dan/atau perbuatan melawan hukum lainnya, maka buatlah dokumen laporan atau pengaduan ke Kejaksaan Negeri , PTUN , Dan Komisi Informasi Publik untuk dapatnya dilakukan sengketa serta diproses atau dilakukan penindakan.(*)