YOGYAKARTA –Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memberi penghargaan atas komitmen dan kerja keras Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dalam melakukan pembangunan desa berbasis kebudayaan.
Penghargaan tersebut diberikan oleh Kepala Badan Pengembangan Informasi (BPI) Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ivanovich Augusta, kepada Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X di kantor Gubernur Yogyakarta, pada Kamis (26/1/2023).
Menurut Ivanovich, dengan proporsi anggaran kebudayaan lebih tinggi, DI Yogyakarta dianggap secara kualitatif lebih mendalam memaknai peran budaya dalam pembangunan daerah.
“Pola penganggaran kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ternyata juga bermakna. Pada tahun anggaran 2022, setidaknya Rp529 miliar dibelanjakan untuk kebudayaan, dengan proporsi mencapai 9 persen belanja daerah,” ujar Ivanovich.
Jika dibandingkan dengan Provinsi Bali yang juga dikenal kuat pembangunan kebudayaannya, proporsi belanja kebudayaan Provinsi Bali sebesar 7 persen atau Rp558 miliar.
“Kedua provinsi ini sama-sama mengeluarkan anggaran yang besar untuk kebudayaan dan sama-sama memandang kebudayaan sebagai entitas penting dalam pembangunan,” ungkapnya.
Menurut Ivanocih, dukungan pemprov terhadap kebudayaan pada tingkat desa atau kelurahan sangat penting. Setidaknya, dari Rp439 miliar dana desa 2022 ke Yogyakarta, alokasinya untuk SDGs Desa tujuan ke 18 sebanyak Rp14,34 miliar atau 3 persen.
Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sendiri, yang menunjukkan peran pembinaan dan pengawasan pemerintah provinsi berkaitan dengan adat dan budaya di desa-desa.
Lebih lanjut Ivanovich mengatakan, bahwa Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta telah tepat menjalankan reformasi kelurahan, untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan, pembangunan yang inklusif, dan pengembangan kebudayaan.
“Strategi ini cocok dengan arah kebijakan pembangunan desa, yaitu SDGs Desa. Apalagi, tujuan ke 18 menjadikan budaya desa dan lembaga lokal sebagai arus utama pembangunan,” pungkasnya.
Pentingnya membangun desa berbasis budaya juga dilihat dari alokasi Dana Desa yang digunakan untuk pencapaian SDGs Desa tujuan ke 18 pada tahun 2022 sebesar Rp2,8 triliun atau 4,12 persen.
Proporsi ini hanya lebih rendah sedikit dari SDGs Desa tujuan 8, pertumbuhan ekonomi desa merata, sebesar Rp3,57 triliun atau 5,26 persen; dan sedikit lebih tinggi dari SDGs Desa tujuan 4, pendidikan desa berkualitas, yakni sebesar Rp2,7 triliun atau 3,95 persen.
“Angka-angka ini bermakna, bahwa bagi desa, posisi budaya, ekonomi dan pendidikan dinilai sederajat untuk membangun kehidupan yang berkelanjutan. Pemerataan ekonomi memang membutuhkan kebudayaan untuk tenggang rasa saling menghidupi antar warga. Adapun pendidikan menguatkan kearifan-kearifan baru sehingga dinamika kelembagaan lokal tetap sesuai hidup dan kehidupan warga” ujar Ivanovich. (*)