Menteri LHK dan Menteri Iklim Jerman Bertemu Bahas Prospek G7, G20 dan COP27 UNFCCC

lensareportase.com, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menerima kunjungan Sekretaris Negara dan Utusan Khusus untuk Urusan Iklim Jerman, Jennifer Lee Morgan di Manggala Wanabakti, Jakarta (10/05/2022). Pada pertemuan ini, kedua belah pihak berdialog perihal antara lain upaya pengendalian perubahan iklim dalam forum Multilateral G7, G20 dan UNFCCC, rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), Perhutanan Sosial, serta berbagai kerja sama yang telah berjalan dan tengah dijajaki antara Indonesia dan Jerman.

Mengawali diskusi, Menteri Siti mengucapkan selamat kepada Jerman atas terpilihnya negara tersebut sebagai Presidensi G7 untuk periode tahun 2022 ini. Pada tanggal 1 Januari 2022, Jerman mengambil alih Presidensi G7 selama satu tahun yang sebelumnya dipegang oleh Britania Raya. Kemudian, Jennifer pun turut menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia atas target Indonesia pada agenda FoLU Net Sink 2030, serta memberikan support terkait Presidensi G20 Indonesia.

Saat berdiskusi terkait dengan aksi pengendalian perubahan iklim, Menteri Siti menyatakan bahwa 3 forum multilateral yaitu G20, G7 dan UNFCCC memiliki nilai masing-masing. Menurutnya, Indonesia menyakini dan menghormati UNFCCC sebagai forum multilateral tentang pengendalian perubahan iklim yang diamanatkan secara global. Menteri Siti menegaskan bahwa Indonesia berpandangan setiap komitmen harus didiskusikan dalam forum multilateral yang telah disepakati.

Lebih lanjut, Menteri Siti menyampaikan bahwa Indonesia mendukung G7 dan G20, sebagai wadah untuk menumbuhkan dan mengimplementasikan berbagai gagasan substantif sebagai bagian dari solusi pengendalian perubahan iklim. Namun, meskipun hasil-hasil G7 dan G20 sering dirujuk oleh forum, agenda ataupun organisasi internasional, kedua forum tersebut tetap merupakan forum informal yang hasilnya hanya berlaku bagi anggotanya dan tidak mewakili keseluruhan negara pihak dalam UNFCCC.

Menteri Siti juga menyampaikan bahwa Indonesia telah mengikuti pedoman sistematis internasional terkait perubahan iklim. Indonesia telah men-submit dokumen seperti LTS, NDC, road map Mitigasi dan Adaptasi, serta beberapa praktik yang dilakukan selama 7 tahun dalam rangka mengembangkan rencana operasional untuk FoLU Net Sink.

Baca Juga :  Dukung Pemerataan Pembangunan, Mendagri Minta APDESI Serius Membangun Desa

Kemudian, Menteri Siti menjelaskan bahwa FoLU Net Sink 2030 adalah agenda yang penting, karena memiliki kontribusi NDC terbesar yaitu sekitar 60%, dan pada posisi kedua adalah sektor energi. Namun demikian tidak mudah untuk mengontrol sektor energi, sehingga pihaknya akan bekerja keras pada sektor kehutanan untuk mengantisipasi sektor energi. KLHK sebagai focal point, juga bekerja sama dengan kementerian lainnya, termasuk ESDM, akan mengikuti dan dan mendukung agenda di Energy Transition.

Menteri Siti menanggapai secara positif atas inisiatif pihak Jerman dalam mengangkat agenda Energy Transition. Rencananya, dirinya beserta Menteri ESDM akan berpatisipasi pada pertemuan G7 Climate, Energi and Environment Ministers pada tanggal 26 – 27 Mei 2022 di Berlin, Jerman.

Pada kesempatan ini, Jennifer menyampaikan bahwa Pemerintah Jerman mengapresiasi atas berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam upaya pengendalian perubahan iklim seperti RHL di kawasan gambut dan mangrove. Pihaknya juga mengapresiasi dan mendukung terkait pembentukan World Mangrove Center di Bali melalui kerja sama Indonesia-Jerman.

Menteri Siti menanggapi bahwa RHL di kawasan gambut dan mangrove merupakan mandat langsung dari Presiden Joko Widodo dan mendapat dukungan penuh. Dalam kurun waktu 3 tahun ini, sejak tahun 2019 lebih kurang seluas 170 ribu Hektar (Ha) kawasan mangrove telah direhabilitasi. Targetnya adalah sebesar 600 ribu Ha, akan direhabilitasi dan ditingkatkan kualitasnya hingga tahun 2024, yang akan didukung oleh Bank Dunia. Tengah didikusikan juga kolaborasi antara Jerman dan Bank Dunia untuk dukungan terhadap rehabilitasi mangrove tersebut.

Selanjutnya, tentang Perhutanan Sosial, pihak Jerman mengharapkan dapat belajar lebih lanjut tentang skema perhutanan sosial, peran masyarakat lokal dan masyarakat adat. Maka dari itu, pihak Jerman berharap dapat berdiskusi tentang hal tersebut antara lain untuk mendukung masyarakat lokal dan masyarakat adat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua dalam program perhutanan sosial.

Baca Juga :  Bambang Hendroyono: Pembangunan Ekonomi di Ekoregion Sumatera Perhatikan Aspek Keberlanjutan

Menanggapi hal tersebut di atas, Menteri Siti menyampaikan bahwa pada masa lalu, terdapat banyak konflik dan masalah, karena ketidak-seimbangan antara porsi pemberian izin kelola kepada perusahaan dan masyarakat. Hingga tahun 2015, 95% lisensi diberikan untuk perusahaan konsesi. Namun saat ini Pemerintah Indonesia telah mengoreksi kebijakan tersebut, sehingga saat ini porsi pemberian izinnya adalah sekitar 18 % untuk masyarakat dari yang sebelumnya hanya sekitar 4%, dan akan meunju sekitar 31% atau 32% yang merupakan porsi ideal, atau sekitar 12,7 juta Ha untuk perhutanan sosial.

Mengakhiri pertemuan, baik Indonesia dan Jerman berkomitmen untuk melanjutkan kerja sama yang tengah berlangsung serta melihat potensi-potensi lainnya pada masa mendatang. Menteri Siti memberikan apresiasi atas kerja sama yang cukup lama terjalin antara Pemerintah Indonesia dan Jerman dalam berbagai bidang.

Turut mendampingi Menteri Siti pada pertemuan kali ini, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK, serta beberapa Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama KLHK.(*)

 

Biro Hubungan Masyarakat, KLHK

Related posts