Masyarakat Desa Sirnasari Kecamatan Surade Pertanyakan Status Lahan Kebun Sawit

Lensareportase.com-Sukabumi
Lahan seluas 110 Hektar yang di tanami pohon sawit milik pengusaha corporasi, di lahan ex Perkebunan Inti Rakyat ( PIR ) Desa Siranasari Kecamatan Surade kini jadi polemik. Pasalnya warga masyarakat Desa Sirnasari yang dahulu sebagai penggaraf petani kelapa di lahan tersebut, kini tak lagi merasakan hasil nya, setelah adanya kontrak alih pungsi garapan kelapa hibrida ke kelapa sawit dengan pengusaha asal jakarta.

Polemik tersebut sudah berjilid jilid namun tak ada penyelesaiannya, melalui Forum Aliansi Rakyat Melawan, pada senin 30 Oktober kemarin, warga yang mayoritas ex penggaraf lahan tersebut mendatangi Kantor Desa Sirnasari untuk mengadakan musyawarah bersama, yang di hadiri Kepala Desa Sirnasari Serta BPD, Muspika kecamatan Surade, dan perwakilan tokoh masyarakat.

Dalam musyawarah tersebut, warga melalui perwakilan masyarakat mempertanyakan kepada salah satu tokoh yang dikenal sebagai orang yang pernah terlibat dalam pengurusan lahan PIR milik 74 penggaraf ke kelapa sawit tersebut, tentang status lahan yang kini di kuasai oleh pihak kelapa sawit.
Namun belum ada jawaban dan kepastian secara hukum, sehingga warga akan lebih intensif lagi untuk di bawa ke ranah yang lebih intim.

“Kemarin itu pertemuan warga Desa Sirnasari kecamatan Surade, yang mempertanyakan status lahan kelapa sawit bagaimana status hukumnya, karna lahan seluas 110 hektar yang di tanami sawit oleh BH, dulunya ex perkebunan inti rakyat atau PIR di bagikan kepada warga berjumlah 74 orang, dan sudah sertifikat,” ujar Arif yang biasa di sapa ketum selaku perwakilan warga. Senin/(30/10/23).

Dirinya juga mengatakan bahwa awal peralihan perkebunan kelapa hibrid ke kelapa sawit adalah kerjasama warga dengan pengusaha corporasi yang masing-masing warga mendapatkan bagi hasil sebesar 20%. Namun hingga kini belum ada kejelasan, malah di duga ada manipulasi data sertifikat lahan penggaraf menjadi nama nama lain.

Baca Juga :  Lantai Alun-Alun Leuwiliang Rusak, Kasi PM: Akan Kami Perbaiki

“Nah sertifikat itu, dulu di simpan di bank dengan bayar cicil dari hasil panen kelapa, sejak pembayaran dengan kelapa yang sekian lama, sertifikat tersebut tak kunjung keluar, ga tau itu kelapa mampir dimana, yang jelas masyarakat sudah merasa membayar, setelah di selidiki sertifikat itu sudah beralih nama, ada juga yang atas nama penggaraf awal, akan tetapi sertifikat itu sudah ada di tangan seseorang, atau sudah ada yang menebusnya,” tambahnya.

“Sehingga ada dugaan keterlibatan orang-orang yang dekat dengan BH, yang berupaya merubah atau menjual lahan itu, dari nama penggaraf ke nama masing-masing blok sawit itu, padahal masyarakat tidak pernah menjual, nah ini pastinya nanti kita akan bawa ke ranah pidana jika ada unsur-unsur kesana.” terang Arif. Saat di tanya wartawan.

Sampai berita ini di muat belum ada pihak bersangkutan yang bisa di mintai keterangan.
As/smi(Red).

Related posts