Kampar Kiri – Dugaan praktik mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi semakin marak terjadi di Riau , seperti yang terjadi di wilayah 2 SPBU Lipat Kain Kabupaten Kampar. Kondisi ini menimbulkan antrean panjang akibat banyaknya kendaraan dengan tangki modifikasi yang diduga digunakan untuk membeli BBM subsidi dalam jumlah besar. Fenomena ini semakin diperparah dengan lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum (APH), sehingga para mafia BBM dapat leluasa menjalankan aksinya tanpa hambatan.
Modus Operandi Mafia BBM di SPBU 13.284.626 dan SPBU 14.283628
Dari hasil investigasi di lapangan, pada pompa jenis bio solar berjejer antrean panjang dua jalur jenis kendaraan roda enam dan roda empat . Diduga dalam bak truk terdapat baby tank atau tangki modifikasi yang dapat menampung bio solar ribuan liter. Jum’at (07/03/2025)
Keterangan masyarakat kepada awak media , para pemilik mobil pelansir bio solar tersebut adalah para cukong, diduga mereka menimbun BBM jenis Bio solar untuk dijual kembali kepada beberapa perusahan yang ada di Kampar kiri dan ada juga yang menjual keluar daerah Kampar kiri dengan menggunakan mobil tangki. Kuat dugaan bio solar tersebut di gunakan untuk alat berat jenis eskavator di perusahaan sekitar maupun kegiatan ilegal yang menggunakan mesin ber bahan bakar jenis bio solar seperti dompeng tambang emas.
“solar saja dijual harga 6800, ditambah upah isi menjadi 7450 rupiah perliternya. Jadi upah isi tersebut diperuntukan jatah upeti bagi para oknum. Diduga para mafia sudah bersekongkol dengan manager SPBU dimana upah isi’ uang ditentukan melalui kupon dari manager/ pengurus SPBU tersebut kepada pelansir sebelum mereka ikut dalam antrian pengisian” beber salah seorang masyakat yang tidak mau disebut namanya..
Dibagian unit operator pompa jenis pertalite terlihat pengendara sepeda motor jenis Thunder, Tiger, dan Megapro terlihat melakukan pengisian Pertalite dengan kapasitas tangki modifikasi hingga 30 liter. Bagi yang menggunakan mobil jenis minibus terdapat beberapa jerigen ukuran 35 liter yang diletakkan didalam mobil. Tak hanya itu, para tengkulak menggunakan sistem pembelian estafet atau berkala untuk menimbun BBM di lokasi tak jauh dari SPBU.
Yang lebih mencengangkan, BBM bersubsidi ini disimpan dalam jerigen plastik berkapasitas 35 liter, padahal jelas terdapat larangan keras terhadap penggunaan jerigen berbahan plastik karena dapat menimbulkan risiko kebakaran akibat listrik statis. Praktik ilegal ini pun semakin menguatkan dugaan adanya kerja sama antara operator SPBU dengan mafia BBM, demi meraup keuntungan pribadi dari hasil jual-beli ilegal tersebut.
Melanggar Aturan, Namun Dibiarkan
Tindakan ini jelas bertentangan dengan berbagai regulasi yang telah ditetapkan pemerintah terkait distribusi BBM bersubsidi. Berikut beberapa aturan yang secara tegas melarang praktik penyalahgunaan BBM subsidi:
1. Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 – Melarang SPBU menjual BBM subsidi, seperti Pertalite, kepada konsumen menggunakan jeriken atau drum tanpa rekomendasi resmi untuk sektor pertanian, perikanan, atau usaha kecil.
2. Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun 2012 – Mengatur larangan pengisian BBM menggunakan jeriken serta keselamatan dalam distribusi BBM subsidi.
3. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas – Melarang pembelian BBM subsidi di SPBU untuk dijual kembali.
Lebih lanjut, dalam Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001, disebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.
Bahkan, kegiatan usaha Pertamini pun hanya diperbolehkan jika memiliki izin resmi. Jika tidak, pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 53 UU No. 22 Tahun 2001, yang mencakup sanksi berat:
Pengolahan tanpa izin: Penjara 5 tahun, denda hingga Rp 50 miliar.
Pengangkutan tanpa izin: Penjara 4 tahun, denda hingga Rp 40 miliar.
Penyimpanan tanpa izin: Penjara 3 tahun, denda hingga Rp 30 miliar.
Niaga tanpa izin: Penjara 3 tahun, denda hingga Rp 30 miliar.
Pengabaian Keluhan Warga dan Dugaan Kongkalikong
Fenomena ini telah membuat warga geram. Mereka menilai bahwa SPBU ini seperti sudah dikuasai mafia BBM, di mana Managemen SPBU terkesan tidak peduli terhadap keluhan pembeli biasa. Bahkan, tidak sedikit yang menduga adanya “main mata” antara pegawai SPBU dengan para tengkulak BBM, demi meraup keuntungan lebih.
Jika praktik ilegal ini terus dibiarkan, bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tetapi juga keuangan negara akibat subsidi BBM yang bocor ke tangan para spekulan. Diperlukan tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk menghentikan mafia BBM di Riau ini sebelum kerugian semakin besar dan masyarakat semakin kehilangan haknya atas BBM subsidi yang seharusnya dinikmati secara adil. (Ongah)