lensareportase.com, Panja Penyelesaian Penggunaan dan Pelepasan Kawasan Hutan Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan langkah antisipatif terhadap modus penggunaaan bentuk badan usaha korporasi yang diubah menjadi bentuk usaha koperasi oleh pelaku perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan untuk menghindari pembayaran denda administrasi sesuai pasal 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Panja akan panggil perusahaan yang melanggar, tetapi kami minta KLHK, khususnya Dirjen Penegakan Hukum untuk tidak ragu melakukan tindakan kepada mereka yang menguasai hutan tanpa izin negara dengan menggandeng KPK, Bareskrim dan Kejaksaan Agung yang hari ini sangat konsen menyelesaikan masalah publik,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dalam RDP antara Panja Penyelesaian Penggunaan dan Pelepasan kawasn Hutan Komisi IV DPR RI dengan Sekjen KLHK, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan; dan Dirjen Gakkum KLHK di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Di tempat yang sama, Anggota Panja Penyelesaian Penggunaan dan Pelepasan Kawasan Hutan Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema mempertanyakan mengenai tantangan dalam membenahi kerusakan hutan dan lingkungan hidup. Sekretaris Jenderal KLHK mengungkapkan, beberapa tantangan dalam membenahi kerusakan hutan dan lingkungan, diantaranya; keterbatasan data citra satelit resolusi tinggi, keterbatasan anggaran dan tenaga appraisal, keterbatasan personil verifikasi lapangan dan tim spasial, keterbatasan data laporan keuangan audit subyek hukum, modus mengatasnamakan masyarakat dan perbedaan penafsiran norma dalam UU Cipta Kerja dan PP 24 tahun 2011 mengenai perhitungan denda administrasi.
“Jujur saya baru mendapatkan penjelasan mengenai tantangan ini, bagaimana mengatasi tantangan itu saya belum melihat. Saya khawatir tentang ini jadi justifikasi dan membuat peran kita menjadi mandul kalau belum ada pensiasatan-pensiasatan untuk mengatasi tantangan itu,” kata Ansy Lema, sapaan akrab Yohanis Fransiskus Lema sembari mengusulkan pembentukan Panitia Khusus untuk mendorong KLHK bekerja secara efektif.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan bahwa adanya Undang- Undang Cipta Kerja tidak menghapus prinsip kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan tapi kini mempertimbangkan berdasarkan kondisi fisik dan geografis. UU Cipta Kerja tidak menghapus prinsip kecukupan luas yang sebelumnya di Undang-Undang Kehutanan disebutkan luas kecukupan kawasan hutan harus dipertahankan minimal 30 persen di luar daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau.
“Sekarang UU CK itu telah mempertimbangkan UU Nomor 32 Tahun 2009 sehingga tidak hanya melihat kawasan hutan saja tapi melihat lanskap dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan,” jelas Bambang. Hal itu nantinya akan menentukan boleh tidaknya dari penggunaan kawasan hutan dan pelepasan kawasan hutan karena mempertimbangkan keterpaduan biogeofisik dan daya dukung tampung DAS.(*)