Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa upaya operasi penertiban ini merupakan komitmen pemerintah untuk memberantas kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan setelah dilakukan upaya peringatan dan persuasif. Dirinya menegaskan kembali bahwa dia sudah perintahkan kepada penyidik untuk segera menindak kepada aktor intelektual yang memperjualbelikan lahan Kawasan TNTN.
“Agar ada efek jera penegakan hukum pidana berlapis harus dilakukan. Tidak hanya pengenaan acaman pidana kehutanan, maupun lingkungan hidup akan tetapi termasuk pengenaan pidana pencucian uang. Pidana berlapis dilakukan untuk meningkatkan efek jera terhadap penerima manfaat utama (beneficiary ownership)/pemodal ataupun cukong serta memulihkan kerugian lingkungan dan kerugian negara. Disamping pengenaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda pidana semata,” terang Rasio Sani.
Berkaitan dengan penindakan terhadap pelaku perambahan dan perusakan TNTN, Ditjen Gakkum LHK telah menindak dan membawa 17 orang Tersangka, 15 orang telah mendapatkan Vonis hingga 4 tahun 6 bulan dan denda 2 miliar rupiah, sedangkan 2 perkara masih dalam proses persidangan.
“Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara dengan pidana berlapis. Saat ini penyidik KLHK telah memiliki kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Kami juga telah membentuk Tim Gabungan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang bersama dengan PPATK,” pungkas Rasio Ridho Sani.
Berkaitan dengan operasi gabungan ini, Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK, Sustyo Iriyono, menegaskan Operasi Gabungan Penertiban Aktivitas Perambahan dan Pemulihan Keamanan Kawasan TNTN merupakan bentuk sinergi dan kolaborasi KLHK, Polda Riau, Polres Pelalawan, Kodim 0313/KPR dan Pemerintah Daerah Pelalawan untuk menekan laju deforestasi Kawasan TNTN yang saat ini terancam oleh aktivitas perambahan dan illegal logging. Dalam pengamanan Kawasan TNTN, KLHK selalu mengedepankan upaya persuasif, pre-emtif dan preventif, namun tindakan penertiban dan yustisi juga diperlukan jika aktivitas ilegal di dalam Kawasan TNTN masih terus terjadi setelah berlakunya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) sebagaimana telah diubah Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.