Yogyakarta – Kontribusi berbagai pihak menjadi hal utama dalam aksi iklim di berbagai lapisan. Dalam menghadapi tantangan dan risiko lingkungan yang dihasilkan oleh krisis iklim, generasi muda sebagai agen perubahan dan inovator dapat berperan aktif memberikan kontribusi positif melalui pendidikan, sains, dan/atau teknologi.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Krisdianto pada sesi diskusi Pojok Iklim Goes to Campus di Yogyakarta (9/6) menyatakan, generasi muda sebagai generasi dengan tingkat populasi terbesar saat ini memiliki kekuatan yang masif dalam meningkatkan upaya dan menggunakan keterampilannya pada era transisi teknologi guna mempercepat aksi iklim.
“Perubahan iklim global telah meningkatkan persentase ketidakpastian tentang masa depan dunia. Tanggapan pemuda terhadap peningkatan intensifikasi dan ketidakmerataan pemanasan iklim menghadirkan momen penting untuk mempertimbangkan keterlibatan generasi muda dalam aksi iklim,” ungkap Krisdianto.
Krisdianto meyakini bahwa di dalam pemenuhan target Pembangunan Berkelanjutan, dapat diartikan menjadi pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Berkaca akan hal ini lah, pemerintah menargetkan kontribusi aktif terhadap pelibatan generasi muda dalam pengendalian perubahan iklim.
Saat ini Indonesia telah berkomitmen untuk membatasi kenaikan rata-rata suhu global dengan melakukan ratifikasi Paris Agreement. Komitmen Indonesia yaitu membatasi kenaikan rata-rata suhu global di bawah 2°C dari tingkat pre-industrialisasi dan terus berupaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga di bawah 1,5°C. Komitmen Indonesia dinyatakan dan ditegaskan dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC). Pada periode transisi menuju NDC kedua, Indonesia meningkatkan target penurunan emisi dari 29% NDC pertama dan diperbarui NDC ke 31,89% berdasarkan upaya nasional dan dari 41% di NDC diperbarui ke 43,20% dengan dukungan internasional.