JAKARTA, lensareportase.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meluncurkan Pedoman Transformasi Digital Perempuan dalam kegiatan Webinar Nasional “Menutup Kesenjangan Gender Digital: Optimalisasi Peran Perempuan dalam Transformasi Digital di Sektor Publik dan Ekonomi” pada Rabu (30/11). Pedoman ini dapat diakses melalui tautan bit.ly/PedomanTransformasiDigitalPerempuan. Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi KemenPPPA, Eni Widiyanti mengatakan, pedoman ini merupakan wujud komitmen Pemerintah Indonesia membantu seluruh elemen masyarakat menemukenali kesenjangan gender di era digital.
“Setelah menemukenali, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat bersama-sama menyusun kebijakan dan program agar perempuan tidak tertinggal di ranah digital. Sementara itu, kita bisa berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, sektor swasta, BUMN, dunia usaha, mitra pembangunan internasional, lembaga masyarakat, dan universitas untuk mengimplementasikan rencana aksi yang tertuang di dalam Pedoman Transformasi Digital Perempuan,” ujar Eni.
Eni menegaskan, Pedoman Transformasi Digital Perempuan harus dikawal dan didukung oleh seluruh pihak agar mampu meminimalisasikan kesenjangan digital bagi perempuan. “Pedoman ini tidak ada artinya apabila tanpa implementasi dan monitoring,” kata Eni.
Pasalnya, data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Tahun 2021 menunjukkan adanya kesenjangan persentase penduduk laki-laki dan perempuan berumur 5 tahun ke atas yang mengakses internet. Secara nasional, persentase sebesar 59 persen, sedangkan laki-laki mencapai 65 persen. Fenomena yang sama juga terjadi di perkotaan maupun pedesaan.
Padahal, menurut Eni, perempuan memiliki potensi yang besar untuk mendorong kemajuan perekonomian bangsa. Berdasarkan penelitian McKinsey Global Institute tahun 2018, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dapat meningkat sebesar 135 miliar dollar pada 2025 apabila partisipasi ekonomi perempuan ditingkatkan.
Sementara itu, Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Lenny N. Rosalin menjelaskan, perempuan masih mengalami berbagai tantangan dalam dunia perekonomian digital, antara lain terkait minimnya akses dan infrastruktur internet yang memadai; kebijakan yang belum responsif gender; beban ganda yang dialami oleh perempuan; dan maraknya kekerasan berbasis gender di ranah digital. “Hambatan-hambatan ini muncul bukan karena perempuan merupakan makhluk yang lemah, tetapi sering kali budaya patriarki yang menganggap perempuan sebagai masyarakat kelas dua, sehingga kontribusi terutama dalam ekonomi belum dianggap signifikan,” tutur Lenny.