lensareportase.com, Jakarta (23/5) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Cianjur Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Kawin Kontrak. Peraturan ini dinilai sebagai salah satu komitmen Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dari kekerasan termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang salah satu modusnya adalah kawin kontrak.
“Banyak perempuan dan anak yang masih menjadi korban modus kawin kontrak. Penguatan regulasi melalui diterbitkannya Perbup Nomor 38 Tahun 2021 bisa menjadi salah satu pilar dalam memastikan upaya penanganan kasus kawin kontrak bisa diminimalisasi khususnya di Kabupaten Cianjur,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati, dalam Webinar Sosialisasi Perbup Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Kawin Kontrak secara hybrid, Senin (23/5).
Ratna mengatakan, pihaknya terus mendorong masyarakat, khususnya perempuan dan anak untuk berani melaporkan kasus kekerasan yang dilihat atau dialaminya. “Ini merupakan fenomena gunung es, artinya bisa terjadi kapanpun, dimanapun, dan bisa menimpa siapapun. Bahkan, masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa dirinya mendapatkan ancaman dan iming-iming yang menjadikannya korban TPPO melalui modus kawin kontrak,” tutur Ratna.
Menurut Ratna, kawin kontrak menimbulkan berbagai dampak negatif bagi korban. “Seringkali korban tidak hanya mengalami kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga kekerasan lainnya. Selain itu, jika kawin kontrak yang dilakukan melahirkan anak seringkali akan memunculkan permasalahan, seperti : proses tumbuh kembang anak, status dan pemenuhan hak sipil anak, bahkan stigma negatif. Oleh karena itu, kita semua perlu memastikan dan meminimalisasi agar kawin kontrak tidak terjadi di masyarakat,” jelas Ratna.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Cianjur, Herman Suherman mengakui, isu kawin kontrak yang merebak di wilayah Kabupaten Cianjur, khususnya di Kecamatan Cipanas, Pacet, dan Sukaresmi belakangan menjadi isu nasional yang diberitakan di berbagai media.
“Akan tetapi sampai saat ini tidak mau ada yang melaporkan, sehingga kami kesulitan apabila ditanya terkait data karena mereka tidak mau transparan, tapi buktinya banyak terkait masyarakat Kabupaten Cianjur yang telah menjadi korban perkawinan kontrak, bahkan tidak sedikit yang memiliki anak,” ujar Herman.
Herman menerangkan, banyak korban yang terjebak dalam iming-iming peningkatan perekonomian. Namun, setelah dilaksanakannya kawin kontrak, pelaku justru kabur meninggalkan korban dan anak yang dilahirkannya.
Menurut Herman, Perbup Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Perkawinan Kontrak merupakan bentuk tanggung jawab moral serta payung hukum untuk melindungi hak perempuan dan anak. “Artinya pemeritah hadir di tengah masyarakat,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB), Lies Marcoes mengatakan, perlu dilakukannya triangulasi upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kawin kontrak, yaitu hal-hal yang sifatnya kultural, hal yang secara struktural menyebabkan terjadi kekerasan, dan konten.
“Sekarang kita sudah punya Perbup Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Perkawinan Kontrak sebagai konten. Kita berharap peraturan tersebut akan menjadi semakin kuat. Namun, tanpa adanya perubahan kultur, walaupun peraturan tersebut naik hingga ke tingkat Undang-Undang tidak akan mengubah apapun,” pungkas Lies.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK