KemenPPPA Apresiasi Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren di Tuban

JAKARTA, lensareportase.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi penanganan kasus kekerasan seksual terhadap dua santri perempuan di pondok pesantren di Tuban, Jawa Timur berjalan cepat sehingga terduga pelaku seorang guru ngaji dapat segera ditangkap dan ditahan oleh Polres Tuban.(08/11)

Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nahar mengatakan dukungan dari tokoh agama, pondok pesantren dan masyarakat sekitar mempermudah penanganan kasus oleh Polres Tuban.

“KemenPPPA sangat menyesalkan masih terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren. KemenPPPA mengharapkan aparat penegak hukum dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada terduga pelaku sesuai dengan UU yang berlaku demi keadilan atas korban,” kata Nahar.

KemenPPPA juga mendorong penanganan kasus tersebut dapat menerapkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Nahar mengharapkan kasus ini menjadi evaluasi bagi pengelola pondok pesantren untuk menghadirkan pesantren ramah anak.

“Langkah-langkah pencegahan seperti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 tahun 2022 harus menjadi acuan sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi. Kita semua tentu mengharapkan lingkungan pendidikan bebas dari segala tindak kekerasan apapun,” kata Nahar.

Nahar mengatakan, berdasarkan informasi dari Layanan SAPA KemenPPPA dua korban anak, usia 12 dan 15 tahun yang merupakan santriwati di pondok pesantren tersebut telah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk pencabulan dan pemerkosaan selama dua tahun. Salah satu korban akhirnya berani melaporkan kasus tersebut melalui orang tuanya ke Polres Tuban.

Nahar mengatakan apabila dalam penyelidikan terduga pelaku terbukti melakukan kekerasan seksual sesuai pasal 76D dan 76E UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KemenPPPA mendukung Polres Tuban menerapkan ancaman sanksi pidana berdasarkan Pasal 81 dan Pasal 82 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Melalui pemberatan hukuman, terduga pelaku terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara, dan dapat membayar Restitusi ganti rugi kepada Korban sesuai hasil perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Baca Juga :  BNN RI Hadiri Sidang Perlawanan Perdata di Pengadilan Negeri Bireun

Sebagai informasi, Kasat Reskrim Polres Tuban sudah mengirim Surat Permohonan kepada Ketua LPSK di Jakarta, perihal Permohonan bantuan Perlindungan dan Perhitungan Restitusi ganti rugi terhadap korban usia Anak tersebut.(*)

Related posts