JAM-PIDUM Menyetujui 6 Penghentian Penuntutan Perkara Melalui Restorative Justice

lensareportase.com, Senin 15 Agustus 2022, Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 (enam) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda. 

Adapun 6 (enam) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

  1. Tersangka HIDJRAWATI BAU ALI alias JIKO dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. 
  2. Tersangka HARTONO ADYTIA als ALES bin REDY dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  3. Tersangka YANUARIUS TAOPAN alias YANER dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. 
  4. Tersangka LA NAJO als AJO dari Kejaksaan Negeri Ambon yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. 
  5. Tersangka DERI SUPRIADI bin UJANG SUMARNO dari Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  6. Tersangka IRWAN YULIANSYAH HERYANTO bin H. MOMON DEDI KASMAN dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.
Baca Juga :  Presiden Prabowo Resmi Lantik para Penasihat Khusus, Utusan Khusus, dan Staf Khusus Presiden

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (*)

 

KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM

Related posts