Jam-Pidum Menyetujui 11 Pengajuan Restorative Justice

JAKARTA, lensareportase.com – Senin 24 Oktober 2022, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 11 (sebelas) permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda. 

Adapun 11 (sembilan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka UJANG SUPRIATNA bin AJUN dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. 
  2. Tersangka LEONARD HUTAJULU dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi yang disangka melanggar Primair Pasal 44 Ayat (1) Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 
  3. Tersangka ARDIATMA PRIAMBODO als ARDI bin SUPARDI dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. 
  4. Tersangka RIAN CHRISTOPER GATARA alias RIAN dari Kejaksaan Negeri Kota Mamasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  5. Tersangka ERLIDA binti alm. M. DAUD dari Kejaksaan Negeri Bireun yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  6. Tersangka JUFRAN YAHYA bin YAHYA dari Kejaksaan Negeri Bireun yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  7. Tersangka SAIFUL BAHRI bin BUKHARI dari Kejaksaan Negeri Bireun yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  8. Tersangka MUSTAFA KAMIL alias MUSTAFA KAMIL bin alm JAMALUDDIN dari Kejaksaan Negeri Gayo Lues yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 
  9. Tersangka FAISAL bin alm ASMAN dari Kejaksaan Negeri Simeulue yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  10. Tersangka ABDUL RAUF dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik. 
  11. Tersangka SHERLINA OKTAVIANA BAHA alias SESI dari Kejaksaan Negeri Tual yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Baca Juga :  Komisi IV Apresiasi Percepatan Pembangunan Pertanian di Papua

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (*)

 

KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM

Related posts