JAKARTA – Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Kamis (20/11/2025). Sidang kedua dari Perkara Nomor 205/PUU-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh Eddy Mahadi ini dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK.
Sidang kedua ini sejatinya mengagendakan mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan. Namun, Pemohon bersurat ke Mahkamah meminta penundaan persidangan.
“Tapi karena batas akhir untuk penyerahan perbaikan hari ini, nanti akan dilaporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim apakah permohonan ini bisa diterima ataukah sebaliknya. Oleh karena itu, Majelis Hakim hanya akan memeriksa atau menerima pokok-pokok permohonan ini,” kata Ketua MK Suhartoyo.
Pada Sidang Pendahuluan di MK, Jumat (7/11/2025) lalu, Eddy Mahadi (Pemohon) menyebutkan berlakunya Pasal 49 huruf b UU Pengadilan Agama pada kata “waris”, Pemohon sebagai Warga Negara Indonesia yang beragama Islam kehilangan haknya untuk memilih hukum Islam atau hukum perdata dalam hal kewarisan. Artinya ketentuan ini melanggar ketentuan Pasal 28E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dikarenakan Pemohon tidak lagi memiliki hak untuk memilih hukum waris mana yang akan dipakainya.
Menurut Pemohon undang-undang ini mewajibkan semua orang Islam harus mengikuti hukum Islam dalam pembagian waris. Dalam hal ini Pemohon tidak menghendaki diubahnya bunyi norma, melainkan meminta agar adanya pilihan untuk boleh menggunakan hukum nasional.(*)





