Kampar, Gerakan Lawan Mafia Tanah (Gerlamata) Menyayangkan sikap segelintir pihak-pihak yang mengatasnamakan diri mereka selaku tokoh Pemuka Masyarakat Desa Kota Garo yang meliputi dari Unsur Pemerintahan Desa, Ninik mamak, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, serta tokoh masyarakat
yang telah menyatakan sikap bahwa mereka tidak membenarkan dan tidak memberikan izin kepada organisasi Gerakan Lawan Mafia Tanah (Gerlamata) untuk melaksanakan kegiatan Rapat Akbar dalam rangka Sosialisasi Hasil Rapat antara Gerlamata dengan Kementrian LHK RI yang rencananya kegiatan tersebut dilaksanakan di halaman kantor Desa Kota Garo.
“Pada prinsipnya Gerlamata menghormati upaya pihak kepolisian dari Polres Kampar beserta Polsek Tapung Hilir dan kami tetap berkoordinasi secara baik untuk kepentingan Kamtibmas pastinya, namun perlu di pahami juga oleh mereka pihak-pihak yang mengatasnamakan diri sebagai tokoh Pemuka Masyarakat Desa Kota Garo yang meliputi dari Unsur Pemerintahan Desa, Ninik mamak, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, serta tokoh masyarakat tersebut bahwa mereka harus memahami Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), menentukan bahwa setiap orang berhak untuk berkumpul, berpendapat dan berserikat yang diselenggarakan untuk maksud-maksud damai”. Kata Muhammad Ridwan ketua umum Gerlamata
Gerlamata melalui ketua umum nya Muhamad Ridwan juga mempertanyakan situasi seperti apa menjadi dasar dari mereka yang mengatasnamakan selaku tokoh Pemuka Masyarakat Desa Kota Garo yang meliputi dari Unsur Pemerintahan Desa, Ninik mamak, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, serta tokoh masyarakat tersebut hingga berkirim surat ke Kapolsek Tapung Hilir dan Camat Tapung Hilir dengan surat tertanggal 15 Desember 2023 itu.
“Apalagi dalam surat tersebut mereka menggunakan narasi untuk menghindari konflik antar masyarakat, yang sehingga dengan itu mereka berharap kepada Bapak Kapolres Kampar untuk membubarkan kegiatan Rapat Akbar dalam rangka Sosialisasi Hasil Rapat antara Gerlamata dengan Kementrian LHK RI.” Terang Ridwan
Acara yang seharusnya dilaksanakan 17 Desember 2023 ini terpaksa diundur sampai waktu yang belum ditentukan mengingat situasi yang tidak kondusif.
Pada keterangan persnya Muhamad Ridwan mengungkapkan menjadi penting publik dan pemerintah mengetahui fakta bahwa pada persoalan tanah 2.500 Ha di Takuana desa Koto Garo Kampar ini telah terjadi permufakatan jahat melakukan perampasan dan penggelapan tanah di Takuana sehingga lahan seluas 2500 Ha tersebut di kuasai dan dimiliki oleh segelintir orang saja sehingga berdampak pada munculnya berbagai persoalan sosial yang terjadi saat ini antara lain; kemiskinan, konflik agraria, pengangguran yang terus meningkat di pedesaan dengan kondisi hidup rakyat memburuk dan hal ini sudah berlangsung cukup lama yaitu selama 27 tahun sejak dari tahun 1996 hingga saat ini tahun 2023 .Kami berkosentrasi pada perjuangan bagaimana Negara dengan kebijakan nya bisa mengembalikan 2500 Ha lahan di Desa Kota Garo tersebut agar dapat kembali fungsinya sesuai dengan peruntukan awal sebagaimana tercantum pada surat Plt Bupati H.M. Azaly Djohan, S.H. 3 Juni 1996 prihal Persetujuan Pendirian Kelompok Tani yaitu untuk meningkatkan Kesejahteraan/Pendapatan masyarakat sebanyak 1250 Kepala Keluarga masyarakat suku asli Suku Sakai Rantau Bertuah dan Masyarakat Desa Kota Garo.
Kita heran juga ada kejadian seperti ini, apakah perjuangan ini merugikan mereka…?
Kedepannya Muhammad Ridwan berharap agar ada diskusi dengan pihak yang mengatasnamakan tokoh masyarakat tersebut agar permasalah dari yang terkecil hingga yang besar sekalipun bisa diselesaikan dengan cara yang bijak. (*)