Gerak Bersama Tuntaskan Kekerasan Terhadap Perempuan, KemenPPPA Luncurkan Sinergi Database Tiga Lembaga

lensareportase.com, Jakarta (5/9) – Keterbukaan dan ketersediaan data yang lengkap dan akurat menjadi kebutuhan esensial dalam penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan terhadap perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) beserta Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) dan Forum Pengada Layanan (FPL) bersinergi dalam gerak bersama pengintegrasian database kekerasan terhadap perempuan (KtP).

“Dalam upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia memerlukan langkah-langkah efektif, efisien, dan berkelanjutan baik dari sisi pencegahan, pendampingan, pemulihan, hingga proses penegakan hukum. Oleh sebab itu, ketersediaan data yang lengkap dan akurat menjadi prasyarat mutlak sebagai dasar agar kita bisa menyusun program, kebijakan, atau penyedia layanan yang efektif dan efisien,” ujar Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu pada kegiatan Rilis Bersama Sinergi Database Kekerasan terhadap Perempuan di Jakarta, Senin (5/9).

Pribudiarta mengungkapkan, keberadaan data kekerasan masih tersebar di berbagai unit layanan dengan sistem, konsep, serta karakteristik yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi penyajian dan analisis datanya. Berangkat dari tujuan yang serupa, yaitu pemenuhan hak asasi perempuan, ketiga lembaga menyepakati untuk bersinergi dan bergerak bersama dalam menyajikan data kekerasan terhadap perempuan yang akurat berasal dari masing-masing sistem data ketiga lembaga, yakni SIMFONI PPA milik KemenPPPA, Sintaspuan KP milik Komnas Perempuan, dan Titian Perempuan milik FPL. Kolaborasi tersebut telah berjalan dari tahun 2019 melalui kesepakatan bersama dalam menyajikan data kekerasan terhadap perempuan yang terintegrasi.

“Pada semester pertama periode Januari – Juni 2021, jumlah KtP yang tercatat pada sistem data tiga lembaga sebanyak 11.833 korban dengan rincian SIMFONI PPA mencatat 9.057 korban, Sintaspuan KP mencatat 1.967 korban, dan Titian Perempuan FPL mencatat 806 korban. Sementara itu, pada semester kedua periode Juli – Desember 2021, terjadi peningkatan terhadap pelaporan data KtP, yaitu sebanyak 15.502 korban dengan rincian SIMFONI PPA mencatat 12.701 korban, Sintaspuan KP mencatat 2.043 korban, dan Titian Perempuan FPL mencatat 758 korban. Secara total, jumlah KtP yang tercatat pada sistem data tiga lembaga sepanjang tahun 2021 adalah sebanyak 27.335 korban,” jelas Pribudiarta.

Baca Juga :  Jaksa Agung ST Burhanuddin: “Momentum Mudik Tidak Hanya Sebagai Tradisi Semata, Akan Tetapi Untuk Mereposisi Kembali Hakikat Hidup Agar Lebih Bermakna”

Tindak lanjut dari rekomendasi data KtP yang terintegrasi pun turut disampaikan oleh Pribudiarta, terutama sebagai rekomendasi dalam penyusunan program dan kebijakan penurunan angka kekerasan terhadap perempuan di KemenPPPA, diantaranya pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada provinsi dan kabupaten/kota untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan/anak serta penyediaan Layanan Pengaduan yang mudah dijangkau masyarakat melalui Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.

Lebih lanjut, Pribudiarta berharap dengan tersedianya laporan sinergi data KtP dapat dimanfaatkan untuk mengetahui gambaran kondisi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia secara aktual sehingga dapat menjadi bahan penyusunan program, kebijakan, dan koordinasi dalam upaya penanganan kasus untuk kepentingan kemajuan hak asasi perempuan. “Perbedaan yang ada pada pelaporan data dari ketiga lembaga bukan menjadi penghalang dalam menyajikan data yang akurat, justru kesamaan yang ada dapat dimanfaatkan dalam menyediakan layanan terbaik bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan,” tandas Pribudiarta.

Senada dengan Pribudiarta, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menuturkan, upaya ketiga lembaga dalam menyajikan database KtP yang akurat menjadi penting sebagai basis dalam pengembangan kebijakan perlindungan terhadap perempuan dan anak serta mendorong kemajuan hak-hak konstitusional perempuan dan anak.

“Dengan adanya sinergi database, maka data-data yang dimiliki ketiga lembaga menjadi lebih efektif dalam upaya menghadirkan kebijakan yang berbasis data. Hal tersebut juga sangat penting, terutama saat ini kita berada di dalam momentum bersejarah lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada bulan Mei 2022 silam. Tentunya, ini akan mempengaruhi cara pendataan karena keberadaan jenis-jenis kekerasan seksual yang sebelumnya tidak dikenali dalam sistem hukum di Indonesia kini tercantum jelas di dalam UU TPKS,” jelas Andy.

Baca Juga :  Komisi III DPR RI Dukung Penguatan Program Dan Anggaran BNN RI T.A 2022

Selain berkaitan erat dengan UU TPKS, Andy pun menuturkan sinergi database ketiga lembaga tersebut juga memiliki manfaat sebagai basis data dalam merefleksikan upaya penegakkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO).

Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan, Ferry Wira Padang menuturkan meskipun data-data yang tercatat di dalam database ketiga lembaga tidak meliputi seluruh kasus KtP di Indonesia, namun dapat dipastikan bahwa data-data tersebut merefleksikan cerminan kasus KtP di Indonesia.

“Data yang disampaikan hari ini adalah sebagai upaya kita bersama mengadvokasi bagaimana negara hadir untuk menjawab dan memberikan perlindungan pemenuhan hak serta pemulihan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Langkah ini pun menjadi salah satu upaya kita bersama, bersinergi untuk mendorong negara hadir dan menjawab persoalan-persoalan terkait KtP dan anak,” ujar Wira.

Selama periode Juli – Desember 2021, tercatat data KemenPPPA menunjukkan jenis KtP tertinggi adalah kekerasan seksual, sedangkan Komnas Perempuan dan FPL mencatat kekerasan tertinggi ada pada kekerasan psikis. Secara geografis, tiga provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, tercatat sebagai provinsi dengan pelaporan kasus KtP tertinggi di Indonesia. Sementara itu, kelompok korban KtP tertinggi ada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Berdasarkan pelaporan data KtP dengan berbagai macam trend dan karakteristik, maka upaya penyediaan data dan penanganan kasus KtP perlu dilakukan secara berkesinambungan. Tidak hanya pemerintah dan lembaga negara, tetapi seluruh komponen masyarakat harus bergandeng tangan untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan penanganan KtP.(*)

Related posts