Jakarta – Dalam khasanah kebudayaan nusantara, ada sebuah istilah yang menjadi dasar filosofi kehidupan bermasyarakat, yakni Dharma. Sebuah kewajiban, aturan dan kebenaran yang diyakini serta diimani sebagai bagian dari consensus bahwa masyarakat nusantara adalah manusia yang berketuhanan (Dharma Agama), masyarakat yang berperadaban (Dharma Negara) dan masyarakat yang berkemajuan (Dharma Wangsa).
Kedatangan Islam di nusantara bukan untuk menjajah atau bahwa menjarah. Akan tetapi, memperkuat persamaan dan menghargai perbedaan. Sehingga, menghasilkan sebuah akulturasi yang sangat indah dan membanggakan bagi seluruh struktur lapisan masyarakat.
Akulturasi kebudayaan kenagarian bangsa bangsa di nusantara. Menciptakan sebuah harmonisasi norma kehidupan berbangsa – Negara Indonesia. Walaupun dinyatakan sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia, akan tetapi tidak menghilangkan budaya dan adat istiadat masyarakat lokal sebagai bagian dari penguatan-penguatan sebuah negeri diujung timur dunia, yang membentang dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai ke Pulau Rote.
Pergantian tahun atau Tahun baru, sering kali dijadikan perayaan kebudayaan yang bersumbarkan dari norma adat, norma keagaamaan dan norma kebangsaan, selain momentum pengevaluasian kehidupan kemasyarakatan. Sehingga, menghasilkan sebuah penguatan berdasarkan cerminan tahun-tahun sebelumnya dan berharap terciptanya, Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur. Tak hayalnya bulan Muharram yang dijadikan sebagai waktunya perayaan kemasyarakatan dalam menyambut Tahun Baru Islam.
Sebagaimana Al Qur’an Surah Attaubah ayat 36 dinyatakan bahwa, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu …”. Q.S. Al Maidah, 5:2 menambahkan, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”
Berkenaan dengan istimewanya bulan Muharram sebagai penanda Tahun Baru Islam, kami Masyarakat Penggiat Seni Indonesia (MPSI), Dewan Kemakmuran Mesjid Amir Hamzah (DKM AM), Insan Muda Indonesia (I’m Indonesia), Perkumpulan Masyarakat Sumbawa dan Dispusip menggelar kegiatan FESTIVAL MUHARRAM 1445 Hijriah dengan tema “Marialah Kita Mendo’a Indonesia Bahagia”,
Kegiatan ini diadakan selama 3 hari pada tanggal 26 -28 Juli 2023 bertempat di Masjid Amir Hamzah Taman Ismail Marzuki dari pukul 12.30–21:30 WIB sampai selesai. Bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah Pameran Peninggalan Jejak Perjalanan Islam (Khiswah Ka’bah Al Makkah Al Mukarromah, Rambut Nabi Muhammad SAW, Bongkahan Batu Ka’bah Al Makkah Al Mukarromah, Sorban Syeikh Abdul Qodir Al Jielani,) Pertunjukan Seni Hadroh Nurussagaf, Diskusi Publik, Istighosah dan santunan anak yatim.
Diskusi Publik diadakan selama 2 hari dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dalam bidangnya. Diskusi pertama dilaksanakan pada tanggal 26 Juli 2023 dengan tema : “Peta Perjalanan Akulturasi Islam dan Nusantara” menghadirkan narasumber Savran Billahi (PPIM UIN Jakarta) dan Taufik Rahzen (Sastrawan). Diskusi kedua pada tanggal 27 Juli 2023 dengan tema “Mengaji, Mengkaji dan Menari Dalam Kajian Manuskrip Islam dan Nusantara”. Menghadirkan narasumber Edwel Yusri Datuak Rajo Gampo Alam (koreografer gerak silat, pelestari dan ahli Silat Harimau Minangkabau) Mohamad Ichlas (Cilay Ensemble)