Dukung Perpres 5 Tahun 2025, Puskominfo Indonesia DPD Riau Laporkan Pembukaan dan Kepemilikan Kebun dalam Kawasan Hutan di Riau

Pekanbaru – Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau dan Kementerian Pertanian, Provinsi Riau memiliki luas perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia, mencapai 3,8 juta hektare atau sekitar 20,68% dari total perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Organisasi konservasi World Wildlife Fund (WWF) Indonesia mengungkapkan bahwa dari total 17,2 juta hektare tutupan kebun sawit di Indonesia, sekitar 3,5 juta hektare diduga ilegal karena berada dalam kawasan hutan. “Kebun sawit ilegal itu tersebar di Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi,” ujar Direktur Program Iklim dan Transformasi Pasar WWF Indonesia, Irfan Bakhtiar, dalam konferensi kelapa sawit dan lingkungan (ICOPE) 2025 di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (13/2).

Ketua Puskominfo Indonesia DPD Riau, Muchtar, yang juga merupakan pemerhati lingkungan hidup dan kehutanan, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam menertibkan kawasan hutan. “Pada tahun 2017 telah diterbitkan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, diikuti oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) serta beberapa peraturan pemerintah terkait lainnya,” ujarnya.

Muchtar juga menyoroti pembentukan Satuan Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian (Satlakwasdal) yang bertugas mengawasi implementasi UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 24 Tahun 2021 di Riau pada September 2022. “Namun, apakah penerapan proses hukum administrasi telah terselesaikan? Sampai terjadi penggeledahan oleh Tim Penyidik JAMPIDSUS di Kantor KLHK RI pada 3 Oktober 2024 terkait penguasaan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan secara melawan hukum pada tahun 2005 hingga 2024 yang menyebabkan kerugian negara,” ungkapnya.

Puskominfo Indonesia DPD Riau menerima berbagai laporan dari masyarakat dan melakukan investigasi lapangan terkait dugaan pelanggaran. “Kami telah membuat laporan pengaduan dari tingkat bawah ke instansi terkait serta Ditjen Gakkum KLHK,” tambah Muchtar.

Baca Juga :  Diduga Kasus Penipuan di Medsos, APH Lamban Tangani Pelaporan Korban

Lebih lanjut, Muchtar menegaskan dukungannya terhadap Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto. “Kami mendukung kebijakan ini sebagai bentuk kepedulian dan partisipasi dalam membantu pemerintah memaksimalkan pendapatan negara dari PNBP melalui denda administrasi, dengan tetap menjaga fungsi kawasan hutan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa korporasi yang menguasai tanah dalam kawasan hutan harus ditindak tegas. “Jika sanksi administratif tidak dipenuhi, maka harus ada sanksi pidana. Sementara bagi masyarakat kecil yang menguasai tanah dalam kawasan hutan, mereka wajib melapor untuk mendapatkan legalisasi dari negara melalui skema perhutanan sosial atau skema keterlanjuran menanam sawit,” jelasnya.

Sebagai langkah konkret, Puskominfo Indonesia DPD Riau telah melaporkan berbagai dugaan pelanggaran kepada instansi terkait dan Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk sejak 21 Januari 2025 berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025. “Kami telah melaporkan dugaan pungli, penerbitan surat dalam kawasan hutan oleh oknum kepala desa di Kampar Kiri, serta dugaan jual beli kawasan hutan di daerah tersebut oleh beberapa oknum di antaranya Susanto, Sidi, ET, BI, dan BR,” tegas Muchtar.(Mtr/Mar)

Related posts