JAKARTA, lensareportase.com – Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang berdaulat demi kemakmuran masyarakat, perlu ada sinergi dan harmonisasi kebijakan antar kementerian/lembaga (K/L) termasuk dalam hal kepemilikan aset. Pengamanan kepemilikan aset K/L bertujuan untuk mencegah potensi konflik antar lembaga di masa mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mohammad Mahfud MD mengungkapkan, pentingnya penyamaan persepsi permasalahan pertanahan yang menyangkut aset negara. Hal ini bertujuan agar mencegah terjadi masalah di kemudian hari. “Pentingnya koordinasi ini memiliki peran yang sangat strategis untuk memperkokoh ketahanan bangsa dan negara. Untuk menjaga keutuhan dan integritas nasional dari ancaman konflik horizontal dan vertikal serta untuk menjaga hubungan antar K/L agar tidak terjadi sengketa hukum di kemudian hari,” ujar Menko Polhukam pada _Focus Group Discussion_ (FGD) bertajuk Penyamaan Persepsi Penyelesaian Masalah Tanah Aset Negara Ditinjau dari Aspek Administrasi dan Hukum, yang diselenggarakan oleh Kemenko Polhukam secara daring dan luring di Marriot Hotel Yogyakarta, pada Senin (21/11/2022).
Mohammad Mahfud MD juga mengungkapkan jika adanya benturan kepentingan antar instansi pemerintah, hendaknya diselesaikan dengan mengedepankan upaya penyelesaian internal dan non litigasi. “Karena kita ini _kan_ sesama abdi negara, lembaga pemerintah yang sama-sama terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah. Lakukan penyelesaian dengan cara yang mencapai _win-win solution_ dan kondusif serta dilakukan secara komprehensif,” jelas Menko Polhukam.
Penasihat Utama Kementerian ATR/BPN sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Maria S.W. Sumardjono menjelaskan bahwa dalam kepastian hukum hak atas tanah memerlukan ketersediaan data yuridis dan data fisik yang ditunjang ketersediaan data administratif. “Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang diterima di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar,” jelasnya.
Maria S.W. Sumardjono juga membahas konsep Reforma Agraria. Ia berkata, adanya stagnasi jalan keluar atas hambatan berupa peraturan perundang-undangan dapat melalui penyelesaian konflik dengan skema Reforma Agraria. “Seperti halnya penyesuaian konflik agraria di atas tanah perkebunan BUMN. Jika Hak Guna Usaha (HGU) masih berlaku, bidang tanah yang dikuasai masyarakat dapat dilepaskan untuk kemudian diberikan Hak Pengelolaan (HPL). Aset tetap milik kita, namun masyarakat diberi HPL,” terangnya.
Dalam kegiatan ini, turut hadir Direktur Pengaturan Tanah Pemerintah, Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, I Made Daging. Ia menyebut, dalam hal penyelesaian persoalan aset di instansi, memang perlu adanya dasar pemahaman bagaimana sebenarnya tanggung jawab dan kewenangan antar K/L.
I Made Daging juga menjelaskan bahwa Kementerian ATR/BPN telah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan sejak tahun 2016 untuk sertipikasi BMN. Menurutnya, capaian hasilnya cukup signifikan, berkisar 60.000 lebih aset BMN berhasil tersertipikasi. “Ini kami juga minta bantuannya untuk menyosialisasikan kepada kita (instansi, red) dan masyarakat untuk mengikuti pendaftaran tanah sebagai upaya pengamanan aset,” pungkasnya. (*)