Aturan Tenggang Waktu Pengajuan Upaya Hukum Praperadilan Diuji ke MK

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Selasa (10/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 123/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh M. Samosir Pakpahan yang berprofesi sebagai advokat. Sidang panel yang digelar secara luring tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.

M. Samosir Pakpahan menyebut sejak ditetapkannya penahanan terhadap seseorang, maka upaya hukum untuk mengoreksi penetapan penahanan tersebut adalah praperadilan. Namun, KUHAP tidak mengatur tenggang waktu antara terbitnya penetapan penahanan dan upaya hukum praperadilan sehingga mengakibatkan timbulnya ketidakpastian hukum. Menurut Pemohon, berdasarkan fakta-fakta putusan praperadilan, terkait terbitnya Penetapan Penangkapan, Penetapan Penahanan, Penetapan Penghentian Penyidikan dan Penetapan Penuntutan, serta Penetapan Tersangka, Penetapan Penggeledahan, Penetapan Penyitaan dan Permintaan Ganti Kerugian atau Rehabilitasi, belum ada aturan yang mengatur tenggang waktu antara penetapan hingga upaya hukum praperadilan. Hal itu mengakibatkan tidak memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan, karenanya bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

Pemohon pun membandingkan dengan KUHAP yang memiliki tenggang waktu selama 14 hari sejak adanya putusan pengadilan terkait upaya hukum banding dan kasasi.  Ia menyebut, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP maupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tidak mengatur tenggang waktu atas terbitnya Surat Penetapan Penangkapan, Penetapan Penahanan, Penetapan Penghentian Penyidikan dan Penetapan Penuntutan, serta Penetapan Tersangka, Penetapan Penggeledahan, Penetapan Penyitaan dan Permintaan Ganti Kerugian atau Rehabilitasi sampai upaya hukum praperadilan.

Untuk itu, dalam petitumnya pemohon meminta Majelis Hakim menambahkan frasa “14 hari setelah terbitnya Surat Penetapan Penangkapan, Penetapan Penahanan, Penetapan Penghentian Penyidikan dan Penuntutan, serta Penetapan Tersangka, Penetapan Penggeledahan, Penetapan Penyitaan dan Permintaan Ganti Kerugian atau Rehabilitasi sampai upaya hukum praperadilan” dalam pasal a quo.

Batu Uji

Baca Juga :  PPKM Diperpanjang, Mendagri Harap Kepala Daerah Bangun Koordinasi dengan Ormas dan Tokoh Masyarakat

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan permohonan ini merupakan pengujian konstitusionalitas. Untuk itu, Pemohon harus menguraikan jelas alasan pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945.

Related posts