Jakarta – Kementerian Kesehatan berfokus pada intervensi spesifik untuk penanganan stunting pada anak, baik yang dilakukan sebelum masa kelahiran maupun setelah kelahiran. Setelah kelahiran, deteksi dini stunting dilakukan melalui pengukuran di Posyandu.
“Agar pemeriksaan pengukuran bayi tersandar, kita gunakan antropometri di seluruh posyandu di Indonesia sekaligus kita bisa pastikan perlambatan pertambahan berat badan bisa di deteksi lebih cepat sehingga tidak terjadi malnutrisi kronik yang akhirnya menjadi stunting” ujar Menkes Budi G Sadikin Minggu (15/1)
Diagnosis stunting ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri dan penunjang.
Hasil pengukuran menjadi deteksi dini oleh kader di posyandu, untuk kemudian dirujuk ke dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk diagnosis, pemberian konseling dan edukasi. Bayi dan balita stunting kemudian dirujuk ke dokter spesialis anak di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) untuk mengidentifikasi faktor-faktor medis atau red flags penyebab stunting.
Total kebutuhan antropometri kit sebanyak 313.737 dari jumlah Posyandu 303.416 yang ditargetkan akan terpenuhi pada tahun 2024.
Sebelumnya tahun 2019 baru 25.177 Puskesmas memiliki antropometri kit, 2020 sebanyak 1.823 Posyandu, tahun 2021 sebanyak 16.936 Posyandu, tahun 2022 berjumlah 34.256 Posyandu, tahun 2023 ditargetkan berjumlah 127.033 Posyandu, dan 2024 ditargetkan mencapai 81.512 Posyandu yang memiliki antropometri.
Pelatihan pemantauan pertumbuhan dilakukan dengan melibatkan tenaga terlatih dari Puskesmas. (*)